مَن كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِأَنفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ
لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِن فَضْلِهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Barangsiapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barangsiapa yang beramal saleh maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan),
agar Allah memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar.
[QS. ar-Ruum (30): 44-45]
Kalau kita perhatikan yang berkembang sekarang ini, banyak terjadinya penyimpangan dari rambu- rambu (petunjuk ) Allah. Orang semacam ini pasti sesat dan setiap kesesatan pasti ada ancamannya, akhirnya akan mengalami kehancuran dan yang menyebabkan kehancuran itu akibat perbuatan manusia itu sendiri kelewat batas (zalim) karena sebenarnya kezaliman itu sudah sejak awal penciptaan manusia. Dalam Al-Qur'an banyak sekali menceritakan tentang kondisi dan akibat yang dialami oleh orang-orang yang zalim.
Sejarah telah berulang kali memberikan peringatan sejak kezaliman umat Nabi Nuh, yang menyebabkan banjir menelan korban yang banyak. Kezaliman umat Luth yang negerinya dibalikkan yang atas menjadi di bawah, karena perbuatan mereka yang homo seks dan binasalah mereka. Umat Nabi Shaleh dengan pembangkangan dari dakwahnya, Nabi Syu'aib yang negerinya tertimbun tanah, demikian pula kaum Aad yang ditiup angin kencang sehingga mati berterbangan, merupakan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Itulah konsekuensi dari ke zaliman, baik berupa siksa dan azab telah ditimpahkan Allah kepada umat-umat terdahulu yang tidak mau mengikuti petunjuk-Nya.
Kondisi dunia barat dilanda wabah AIDS yang mengenaskan karena ulah penyimpangan seksual yang kadaluarsa. Datangnya berbagai musibah bilamana kita mau merenungkan, maka dapat diambil hikmahnya untuk tidak terjerumus ke dalam perilaku orang-orang yang zalim. Roda kehidupan terus berputar sedangkan sunnah Allah tidak akan berubah. Siapa yang berbuat baik, maka Allah akan membalas dengan kebaikan dan siapa yang berbuat jahat (zalim) Allah akan membalasnya dengan siksa karena ingkar.
Coba perhatikan nasib Jepang dan Jerman yang hendak menguasai dunia hancur berantakan negerinya, Jatuhnya kekuasan marcos karena menzalimi rakyatnya, dan runtuhnya kekuasaan Syah Iran karena senang dan bangga, mati terhina di Mesir. Hancumya Uni Soviet karena paham komunis yang bertentangan dengan fitrah manusia. Kezaliman Orde Lama berakibat kematian 7 jenderal sekaligus, dalam peperangan manapun belum pernah mengorbankan 7 jenderal. Kezaliman Orde Baru merupakan, pelaksana pemerintah, berlaku tidak adil dan jujur. Karena hilangnya keadilan sosial, lemah kontrol dan pengawasan disebabkan mental birokrasi, sehingga timbul persaingan yang tidak sehat, saling menjegal dan menjatuhkan, karena iri sehingga menimbulkan perpecahan.
Sifat saling iri itu adalah watak orang kafir, seharusnya orang Islam menghindari diri agar dapat bersaing secara sehat, inilah yang diingatkan dalam firman Allah:
وَمَا تَفَرَّقُوا إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِن رَّبِّكَ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ أُورِثُوا الْكِتَابَ مِن بَعْدِهِمْ لَفِي شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيبٍ
Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah, kecuali setelah datang pada mereka ilmu pengetahuan, karena kedengkian di antara mereka. Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Al-Kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar berada dalam keraguan yang menggoncangkan tentang kitab itu.
[QS. asy-Syura (42): 14]
Bilamana kite mempunyai sifat kebencian terhadap orang lain yang tidak seide akan dapat menyebabkan terpecah belahnya umat. Hendaknya dapat dihindari kebencian untuk menjaga keutuhan umat.
Kalau umat Islam tidak lagi memperhatikan nilai baik dan buruk, akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat di antara mereka, yang tentu bukan membawa kebahagiaan bahkan sebaliknya kesusahan yang akan mereka dapatkan. Karena kepuasan itu berkaitan dengan nafsu dan sifatnya sementara. Kalau orang sudah diracuni oleh nafsu. Ibarat orang minum air laut, semakin diminum semakin haus tidak ada kepuasan, orang semakin serakah (asal senang segala cara ditempuh). Jika mementingkan pribadi dan kelompok maka keadilan sulit tercapai, akibatnya terjadi kerusakan karena kecurangan penguasa. Allah menegaskan dalam firmannya:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
[QS. al-Israa' (17): 16]
Orang-orang yang hidup mewah baik ia seorang pengusaha, pejabat yang gaya hidupnya berlebihan karena penyalahgunaan jabatan, para pemimpin yayasan yang tidak lagi memperhatikan rambu-rambu (petunjuk) Allah, akan mendapatkan hukuman atau siksa dari Allah. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak orang memburu kesenangan hidup berpangkal dari perut ke bawah, banyak disenangi orang, tetapi dibenci oleh Allah.
Kalau kita perhatikan pemimpin dan tokoh masyarakat, belum sepenuhnya ikhlas mengabdikan diri dalam mengantarkan bangsa dan Negara. Kebanyakan diantara mereka hanya bicara slogan namun menyengsarakan rakyat. Hampir setiap saat kita mendengar ucapan mereka untuk memperbaiki nasib petani tetapi kenyataan nasib petani semakin terpuruk.
Untuk memperbaiki keadaan yang demikian, pemimpin jangan hanya mengandalkan akal saja, tanpa mau memperhatikan konsepsi al-Qur'an dan as-Sunnah. Selama umat Islam dan para pemimpin tidak memperhatikan al-Qur'an , akan menghadapi berbagai benturan kecuali konsekuen dengan perintah Allah. Allah menegaskan dalam firman-Nya:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.
[QS. al-Anfaal (8): 73]
Allah menegaskan jika umat islam terutama para pemimpinnya, tidak konsekuen melaksanakan perintah Allah, akan mengalami berbagai bencana (kekacauan). Maka hendaklah para pemimpin itu berlaku adil kepada siapapun, tidak memandang warna kulit, terlebih seorang penguasa harus berani menegakkan keadilan.
Penegak hukum tanpa keadilan berarti dia curang, merusak dirinya dan orang lain. Maka keberanian pemimpin menegakkan keadilan penuh resiko, tetapi mulia di sisi Allah. Bagi orang kaya yang kelebihan harta, wajib memberikan kelebihannya terhadap orang yang membutuhkan, bilamana tidak, akan menjadi balak bagi dirinya. Maka tanggungjawab sosial itu merupakan komitmen moral, menjurus kepada keadilan dan kejujuran untuk mengangkat kalimat Allah di atas segala-galanya.
Timbulnya penyimpangan berbagai aspek, karena hilangnya keadilan sosial, berlaku tidak jujur dan lemahnya kontrol. Karena nilai agama tidak lagi menjadi perhatian masyarakat, banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran tata susila, penipuan, pemerkosaan, pembunuhan dan perampokan (karena orang tidak lagi memperhatikan larangan Allah).
Adanya bencana kebakaran, banjir, tanah longsor, tabrakan di darat, di laut dan di udara karena ulah dan perbuatan manusia. Adanya berbagai bencana dan musibah gara-gara manusia membiasakan diri dengan kesalahan. Kalau salah terus-menerus di dunia ini saja sudah sengsara, apalagi di akhirat, lebih sengsara lagi.
Bencana itu ujian bagi orang-orang yang beriman, perlu direnungkan setiap orang, mungkin banyak kesalahan dianggap baik tetapi salah menurut penilaian Allah. Maka umat Islam harus betul-betul menyadari bahwa di balik bencana itu terdapat berbagai hikmah (pelajaran) yang sangat berharga bagi perjalanan hidup seseorang. Kebanyakan orang lupa setelah bencana berlalu, diingatkan lagi oleh Allah dengan beberapa bencana supaya orang sadar dan tetap di jalan yang lurus, tidak larut (bergelimang) dalam dosa.
Jika hal demikian tidak diperhatikan dengan serius, tentu akan memberikan akibat yang lebih buruk lagi. Hal ini menunjukkan bukan mata kepala yang buta tetapi mata hati yang sudah berkarat. Orang semacam itu sukar diperbaiki kecuali melalui kesadarannya untuk mengikis (membersihkan) hati dengan petunjuk Allah dan iman yang teguh.
Kalau orang sudah menyimpang dari jalan agama, mereka akan selalu mengikuti keinginan sesuai dengan seleranya masing-masing. Mula-mula orang mencari kebutuhan dunia sebagai alat hidup, lama-lama tempat mereka sujud dan kehidupan mereka hanya untuk memuaskan hawa nafsu. Padahal kepuasan dan kesenangan belum tentu membawa kebahagiaan, mungkin justru sebaliknya yang mereka dapatkan, Sedangkan kepuasan dan kesenangan itu berkaitan dengan dengan nafsu sifatnya sementara (tidak tahan lama). Kalau orang sudah diracuni nafsu ibarat orang meminum air laut semakin diminum semakin haus, tidak ada kepuasan, akhimya dia akan semakin tamak dan serakah terhadap dunia.
Hati-hati dengan dunia karena dunia itu tipuan yang sudah banyak menenggelamkan orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar