Minggu, 21 Maret 2010

Wakaf Uang Tunai

Oleh: Drs. Nurdin Hasan M.Ag.

لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
[QS Ali Imran (3): 92]


مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
[QS al-Baqarah (2): 261]

Kedua ayat di atas termasuk ayat umum yang memberikan motivasi umat Islam untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk kepentingan umum, agar umat Islam mau berinfaq dan bersedekah. Wakaf salah satu rangkaian sedekah yang justru sifatnya adalah kekal. Rasulullah SAW bersabda:


Dari Abu Hurairah katanya: Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila seorang manusia telah meninggal, maka putuslah (terhenti) segala amalnya kecuali tiga perkara: (1) shadaqah jariyah, (2) ilmu yang diambil orang manfaatnya, dan (3) anak yang sholeh yang selalu mendoakannya."
[HR. Muslim]



Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. bahwa Umar bin Khattab r.a. memperoleh tanah (kebun) di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi SAW untuk meminta petunjuk mengenai tanah itu. Ia berkata,
"Wahai Rasulullah, saya memperoleh tanah di Khaibar yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah tersebut, apa perintah engkau kepadaku mengenainya?"
Nabi SAW menjawab:
"Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan hasilnya."

Shodaqah jariyah dan infaq merupakan bagian dari wakaf. Wakaf dalam ajaran Islam sangat dianjurkan, mengingat manfaat yang didapat sangat besar arti dan nilainya bagi kepentingan atau kemaslahatan umum. Persoalan wakaf sesungguhnya masih dalam kerangka shadaqah jariyah dalam arti luas. Sebab dalam persoalan wakaf ini, amalan riilnya adalah mengeluarkan / melepaskan sebagian dari harta miliknya yang diserahkan kepada pihak lain, dengan penuh keyakinan bahwa harta tersebut aman di tangan orang yang dititipkan atau lembaga yang diserahi wakaf.

Adapun pengertian wakaf adalah menyerahkan sesuatu benda atau sebangsa yang kekal zatnya guna diambil manfaatnya bagi kepentingan umum (Fiqih Islam, hal. 197)

Menurut kamus bahasa Indonesia, wakaf adalah benda bergerak atau tidak bergerak untuk kepentingan umum sebagai pemberian yang ikhlas. Sedangkan badan yang dibentuk berkaitan dengan agama Islam, tanah ini disediakan untuk madrasah, masjid dan sebagainya. (Bulletin El Jawa hal. 1 Edisi I Tahun 2010)

Setidaknya menurut ajaran Islam, ada 4 syarat wakaf orang yang berwakaf, yaitu: (1) hendaklah orang yang dewasa dan memberikan kepada lembaga pengelola, (2) hendaklah dengan ikhlas bukan terpaksa atau dipaksakan, (3) barang yang diwakafkan bersifat kekal, tahan lama, jika diambil manfaatnya tidak rusak, (4) lembaga yang diserahi betul-betul amanah, ikhlas dapat dipercaya dan dapat mengelola secara professional dan senantiasa transparan, badan yang diserahi atau nadzir pada saat itu juga pewakif tidak lagi berhak terhadap barang tersebut sedikitpun kecuali sebagaimana dengan orang lain yaitu berhak menggunakan saja dengan demikian pewakif tidak punya hak untuk menjual, menghibahkan atau mewariskan kepada turunannya, atau ahli warisnya. Sebagaimana firman ALLOH SWT:

وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
[QS al-Mu'minuun (23): 8]

Disamping itu, bentuk Sighat (pernyataan yang menunjukkan bentuk serah terima barang wakaf) itu bisa lisan atau tertulis, akan tetapi pada zaman sekarang, sebaiknya dalam bentuk tertulis semacam akte notaris di depan pejabat pemerintah yang diberi wewenang mengurus hal pewakafan.

Wakaf Tunai
Masalah wakaf merupakan masalah muamalah duniawiyah yang oleh karena itu ia dapat campur tangan manusia dalam bentuk ijtihad. Wakaf uang merupakan terjemahan langsung dari Cash Waqaf, waqaf uang juga dimaknai wakaf tunai. Menurut definisi Departemen Agama (Junaidi, 2007:3) adalah wakaf yang dilakukan seseorang., kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang. Dengan demikian wakaf uang merupakan salah satu bentuk wakaf yang diserahkan oleh seorang wakif kepada nadzir dalm bentuk uang kontan.

Perkembangan wakaf uang, dari masa ke masa uang dirasakan manfaatnya sangat besar untuk membantu para kaum dhuafa (orang miskin). Para ulama, misalnya pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir, pada masa itu dijelaskan perkembangan wakaf sangatlah menggembirakan, wakaf tidak hanya dalam bentuk tanah akan tetapi sudah dalam bentuk uang (tahun 1178), dalam rangka kepentingan ulama dan misi madzhab sunni. Demikian pula pada masa kerajaan Mamluk juga mengembangkan wakaf dengan pesatnya dalam bentuk tanah pertanian dan bangunan, terdapat hamba sahaya juga diwakafkan untuk memelihara masjid dan madrasah (Djunaidi, 2007:13).

Masalah wakaf memang para ulama klasik berbeda pendapat antara Imam Syafi'ie dengan Imam Abu Hanifah. Imam Syafi'i tidak membenarkan karena wakaf dinnar dan dirham tidak kekal, akan tetapi Imam Abu Hanifah membolehkan dengan dasar hadits:


diriwayatkan Abdullah bin Mas'ud:
"Apa yang dipandang baik oleh kaum Muslimin, maka dalam pandangan ALLAH adalah baik, dan apa yang yang dipandang buruk oleh kaum Muslimin, maka dalam pandangan ALLAH pun buruk.
[Musnad Ahmad]

Cara melakukan wakaf uang menurut Madzhab Hanai ialah menjadi modal usaha dengan mudharabah atau mubadha'ah, keuntungan disedkahkan oleh pihak wakif.

Di masa modern ini wakaf uang menjadi populer berkat sentuhan M. A. Manna (2001:36) dengan mendirikan sebuah lembaga yang disebut Social Investment Bank Limited (SIBL) di Bangladesh yang memperkenalkan produk Sertifikat Wakaf Tunai untuk yang pertama kali di dunia. SILB mengumpulkan dana dari para aghniya' (orang kaya) untuk dikelola secara professional sehingga menghasilkan keuntungan yang dapat disalurkan kepada para mustadh'afin (orang fakir miskin.

Komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (2003:85) tanggal 11 Mei 2002 saat merintis tentang wakaf uang: "menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya dengan cara melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram).

Mekanisme wakaf tunai, Wakif (orang yang berwakaf) membeli srtifikat wakaf tunai. Sertifikat itu dapat diatas namakan dirinya sendiri, anggota keluarga yang masih hidup ataupun telah meninggal dunia. Sewaktu wakif membeli sertifikat dipersyaratkan agar keuntungan pengelola dana wakaf tunai tersebut untuk tujuan yang telah ditentukan, seperti: untuk pendanaan pendidikan, kesehatan, pendirian fasilitas keagamaan atau rehabilitasi orang miskin. Nazdir kemudian menginvestasikan dana tersebut ke berbagai portofolio investasi. Seperti diinvestasikanpada: (1) keuangan syari'ah atau bank syari'ah atau BMT, (2) mendanai berbagai industri dan perusahaan atau mendirikan badan usaha.

Bilamana dana wakaf tunai yang diinvestasikan telah selesai satu tahapan, maka hasil keuntungannya kemudian diberikan kepada lembaga atau sesuatu yang telahditunjukkan oleh wakif sebagaimana tersebut di atas. Sedang uang pokoknya dikembalikan pada nadzir (lembaga wakaf tunai) untuk diteruskan, diinvestasikan ke berbagai prtofolio inversati yang menguntungkan (Musthafa Kamal; 2003: 202-203).

Salah satu solusi terbaik untuk mengatasi persoalan kemiskinan, pendidikan karena banyak anak tidak sekolah karena tidak punya dana, maka wakaf juga digunakan untuk membantupara muballigh-muballigh untuk menyampaikan dakwahnya ke pelosok (daerah-daerah terpencil) karena banyak daerah-daerah tersebut tidak terjangkau oleh para dai dan muballigh karena kehidupan para muballigh dan dai kurang diperhatikan sehingga mereka harus memikirkan dakwah, juga harus memikirkan anak istri, serta pendidikan anak-anaknya, sehingga Umat Islam menjadi sasaran empuk bagi agama lain. Kita sering mendengar umat Islam banyak murtad karena himpitan ekonomi, para wanita melacurkan diri karena desakkan ekonomi. Oleh karena itu para aghniya, bukalah mata dan hati untuk menyisihkan rizki yang diberikan ALLAH untk mengatasi persoalan ummat. Insya ALLOH para aghniya akan beruntung di dunia dan di akhirat kelak.

Wallahu 'alam bish shawab.

1 komentar: