Minggu, 04 April 2010

Menegakkan Amanah: Konsep Menurut al-Qur'an dan as-Sunnah

Oleh: Agusliansyah S.P.

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
[QS an-Nisaa' (4): 58]

Dalam era sekarang bangsa kita (Indonesia) sedang kehilangan amanah dalam arti yang lebih substansif artinya bahwa pengertian amanah tidak sedikit orang menerjemahkan tidak dalam konteks yang berdasar Al-Qur'an dan As-sunnah tetapi lebih dipersepsikan menurut arti subyektif setiap individu masing-masing, atau orang sudah bebas untuk berkata dan mengerjakan sesuatu menurut kehendak sendiri. Melihat dari berbagai media (Koran maupun televisi) yang ada di indonesia hanya beberapa persen informasi yang ditampilkan dapat memberikan nuansa dan wacana pendidikan danpengajaran serta menjadi teladan yang baik (uswah hasanah) sesuai dengan Al-Qur'an dan As Sunnah (menteladani Nabi Muhammad SAW) dibandingkan menumbuhkan befikir cerdas, positif dan memberikan teladan yang baik.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas Allah mengingatkan di dalam al-Qur'an misalnya yang terdapat dalam al-Qur'an surat al-Ahzab ayat 21:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
[QS al-Ahzaab (33): 21]

Dalam kaitan dengan pembahasan pengertian amanah tersebut di atas hendaklah kita mengartikan amanah yang sesuai dengan konteks al-Qur'an dan As Sunnah untuk mengembangkan daya berfikir, berbuat, berwacana dan mengerjakan pekerjaan dalam rangka mengemban amanah yang diberikan baik itu tugas seorang individu, kepala keluarga (KK) atau tugas dan tanggung jawab yang lebih besar lagi.

Sebelum menguraikan dan berbicara tentang amanah, ada baiknya kalau kita mengetahui apa pengertian amanah itu? Amanah artinya dipercaya, seakar dengan kata iman. Sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Antara keduanya terdapat kaitan yang sangat erat sekali. Rasulullah SAW berkata:


"Tidak (sempurna ) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna) agama orang- orang yang tidak menunaikan janji."
[HR. Ahmad]

Amanah dalam pengertian yang sempit adalah memelihara titipan dan mengembalikannya kepada pemilikannya dalam bentuk semula. Sedangkan dalam pengertian yang luas, amanah mencakup banyak hal: menyimpan rahasia orang, menjaga kehormatan orang lain menjaga dirinya sendiri, menunaikan tugas-tugas yang dipikulkan Allah kepada ummat manusia. Oleh al-Qur'an di sebut sebagai amanah (amanah taklif). Amanah taklif inilah paling berat dan besar. Makhluk-makhluk Allah yang besar, seperti langit, bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, lautan dan pohon- pohon yang lainnya, tidak sanggup memikulnya.

Lalu manusia karena kelebihan yang diberikan Allah kepadanya berupa akal fikiran, perasaan, kehendak dan sebagainya mau menanggungnya. Dari pengertian amanah di atas dapatlah kita kemukakan beberapa bentuk amanah sebagai berikut:
  1. Memelihara Titipan dan mengembalikannya seperti semula.
    Apabila seorang Muslim dititipi oleh orang lain, misalnya barang berharga, karena yang bersangkutan akan pergi ke luar negeri, maka titipan itu harus dipelihara dengan baik dan pada saatnya dikembalikan kepada yang punya, utuh seperti semula. Dalam hal ini Allah SWT berfirman artinya:

    إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

    Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
    [QS an-Nisaa' (4): 58]

    Apabila yang menerima titipan punya niat baik untuk mengembalikannya seperti semula, maka Allah akan membantunya untuk memeliharanya. Rasulullah SAW bersabda: artinya:


    "Barang siapa yang mengambil harta orang lain dengan maksud akan mengembalikannya, maka pasti Allah akan menyampaikan maksudnya itu. Dan jika ia mengambilnya dengan maksud merusaknya, maka Allah akan merusaknya. "
    [HR. Muslim]

  2. Menjaga rahasia.
    Apa bila seseorang dipercaya untuk menjaga rahasia apakah rahasia pribadi, keluarga, organisasi, atau lebih-lebih rahasia Negara, dia wajib menjaganya supaya tidak bocor kepada orang lain yang tidak berhak mengetahuinya. Apabila seseorang menyampaikan sesuatu yang penting dan rahasia kepada kita, itulah amanah yang harus dijaga. Rasulullah SAW bersabda: artinya:


    "Apabila seseorang membicarakan sesuatu kepada orang lain (sambil) menoleh ke kiri kanan (karena yang dibicarakan itu rahasia) maka itulah amanah (yang harus dijaga)."
    [HR. Abu Daud]

    Dalam sebuah keluarga, suami istri harus menjaga rahasia keluarga, lebih-lebih lagi rahasia pribadi. Masing-masing tidak boleh membeberkan rahasia pribadi keluarga kepada orang lain kecuali dokter, penasehat perkawinan atau hakim pengadilan untuk tujuan yang sesuai dengan bidang tugas mereka masing-masing, Rasulullah SAW bersabda:


    "Sesungguhnya amanah yang paling besar di sisi Allah pada hari kiamat ialah menyebarkan rahasia istri, misalnya seorang laki-laki bersetubuh dengan isterinya kemudian ia membicarakan kepada orang lain tentang rahasia isterinya."
    [HR. Muslim]

  3. Tidak menyalah gunakan jabatan Jabatan adalah amanah yang wajib dijaga.
    Segala bentuk penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi, keluarga, famili, atau kelompoknya termasuk perbuatan tercela yang melanggar amanah, Misalnya menerima hadiah, komisi atau apa saja yang tidak halal. Dalam hal ini Rasulullah SAW menegaskan:


    "Barang siapa yang kami angkat menjadi karyawan untuk mengerjakan sesuatu, dan kami beri upah yang semestinya, maka sesuatu yang diambilnya sesudah itu (selain upah) namanya korupsi. "
    [HR. Abu Dawud]

    Diriwayatkan bahwa Rasulullah tidak membenarkan tindakan Ibnu Luthbiyah mengambil hadiah yang didapatnya waktu sedang menjalankan tugas mengumpulkan zakat. Tentang sikap Ibnu Luthbiyah tersebut Rasulullah SAW bersabda:


    "Dengan wewenang yang diberikan Allah kepadaku, aku mengangkat sesorang di antara kalian untuk melaksanakan tugas, (tetapi) dia datang melapor: "Jika ia duduk saja di rumah Bapak dan Ibunya, apakah hadiah itu datang sendiri kepadanya, kalau barang itu memang sebagai hadiah? Demi Allah seseorang tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya, melainkan ia menghadap Allah nanti pada hari kiamat dengan membawa beban yang berat dari benda itu. "
    [HR. Mutafaqun 'Alaihi]

  4. Menunaikan kewajiban dengan baik.
    Allah SWT memikulkan ke atas pundak manusia tugas yang wajib dia laksanakan, baik dalam hubungannya dengan Allah SWT maupun dengan sesama manusia dan makhluk lainnya. Tugas seperti itu disebut taklif, manusia yang ditugasi disebut mukallaf dan amanahnya disebut amanah taklif. Amanah inilah yang secara metamorphosis digambarkan oleh Allah SWT tidak mampu dipikul oleh langit, bumi dan gunung-gunung karena beratnya, tapi manusia bersedia memikulnya. Allah SWT berfirman:

    إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

    Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
    [QS. al-Ahzab (33): 72]

    Semua tugas yang dipikulkan wajib dilaksanakan oleh manusia dengan sebaik-baiknya karena nanti dia harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah SWT. Semua betapapun kecilnya, karena dihisab oleh Allah SWT, Allah SWT telah berfirman:

    فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
    وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

    Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
    Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
    [QS. al-Zalzalah (99): 7-8]

  5. Memelihara semua yang diberikan Allah
    Semua nikmat yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia adalah amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan dengan baik. Umur, kesehatan, harta benda, ilmu dan lain sebagainya, termasuk anak-anak adalah amanah yang wajib dipelihara dan dipertanggungjawabkan. Harta benda misalnya harus kita pergunakan untuk mencari keridhaan Allah, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri , keluarga, maupun, untuk kepentingan umat. Semua harus dimanfaatkan secara halal dan baik, tidak boleh mubazir atau menggunakannya untuk kemaksiatan. Segala bentuk penyalahgunaan dan penyia-nyaan benda adalah pengkhianatan terhadap amanah yang dipikulkan, Begitu juga halnya dengan ilmu, anak-anak dan nikmat Allah lainya, semua adalah amanah yang harus dipelihara.


Wallahu a'lam bish-shawab.

1 komentar: