Sabtu, 29 Mei 2010

Aqidah Sebagai Titik Tolak Perubahan Islami Yang Menyeluruh

Oleh: H. Anas Yusuf

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
[QS. al-Baqarah (2): 208]

Muqaddimah
Keimanan (aqidah) seseorang muslim akan menentukan arah dan tujuan hidupnya, keimanan menjadi landasan bagi segala aspek kehidupan seorang muslim, dimana seluruh aktivitasnya akan senantiasa terikat dari nilai-nilai Islam yang diimaninya. Seorang yang telah beriman dituntut untuk berinteraksi secara totalitas/utuh (kaffah) dengan Islam. Sebagaimana firman Allah dalam surah al- Baqarah ayat 208 di atas.

Dari ayat di atas ada dua hal yang dituntut dari orang beriman. Pertama agar orang-orang mukmin masuk ke dalam Islam secara keseluruhan / utuh (kaffah) yaitu dengan menyerahkan sepenuhnya secara utuh kepada Allah SWT urusan hidup dan kehidupannya, konsepsi dan pemikirannya semata-mata karena Allah. Kedua, agar mereka tidak menerima dan mengikuti langkah- langkah syaithan dan thoghut-dajjal.

Syahadatain: Aqidah Agen Perubahan.
Seharunya seorang muslim dengan sadar telah memprokamirkan dan mengikrarkan kalimat tauhid /syahadatain, berarti ada dua hal persaksian, yaitu persaksian bahwa Allah SWT itu satu dan tidak ada sekutu bagi-NYA (syahadat tauhid), dan persaksian bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan-NYA (syahadat Rasul-Ar Risalah). Ini sesungguhnya dua azas yang akan menjadi titik tolak perubahan besar suatu masyarakat / ummat menuju masyarakat / ummat berkarakter ulama berkemajuan Islami / masyarakat beradab yang penuh nilai-nilai Islam (masyarakat (Islam).

Kalimat pertama syahadatain Laa Ilaa ha illa ALLOH adalah bahwasanya seorang muslim tidak boleh beribadah melainkan hanya kepada Allah. Tidak boleh menyekutukan Allah (syirik) Ibadah adalah tujuan hakiki diciptakannya manusia dalam kehidupan sebagaimana yang disebutkan dalam firman-NYA:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
[QS. adz-Dzariyat (51): 56]

Dalam tafsirnya, Sayid Quthub menyatakan bahwa ibadah adalah tujuan dari eksistensi manusia, sekaligus menjadi tugas pokoknya dimana pengertian ibadah lebih luas cakupannya baik bersifat mahdho maupun ghaoiru mahdho. Menetapkan makna penghambaan kepada Allah SWT dalam diri manusia, menghadapkan aktivitas hati, anggota badan, dan seluruh kehidupan kepada Allah semata sebagaimana firman Allah:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
[QS. al-An'am (6): 162]

Menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup tidak bisa dilepaskan dengan pengangkatan kerasulan Muhammad SAW sebagai teladan, panutan, qudwah dalam kehidupan, apakah dalam hal ber-Islam, beraqidah, berakhlak, bermu'amalah, beribadah, berekonomi, berpolitik, berperang, berjihad dan sebagainya. Tanpa adanya tuntutan dari Rasulullah, ibadah sebagai tugas pokok hidup manusia mustahil dapat dilaksanakan dengan benar sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
[QS. Ali Imran (3): 31-32]

Ibnu Katsir mengomentari ayat tersebut sebagai berikut: "Orang yang mengaku cinta kepada Allah tetapi tidak berada di jalan Muhammad (Islam) adalah dusta, sehingga dia harus mengikuti Syariat dan dien dalam seluruh ucapan dan perbuatannya, sebagaimana hadits Rasul SAW:


"Barang siapa yang beramal tidak atas perintah maka amal itu ditolak."
[]

Sedangkan Sayid Quthub dalam Fii Dzilalil Qur'an mengatakan "Sesunguhnya cinta kepada Allah ltu bukan ucapan di lisan, tetapi harus ditindak lanjuti dengan ittiba' kepada Rasul, berjalan di atas petunjuk-NYA, dan mewujudkan dalam kehidupan, iman bukanlah sekedar kata yang diucapkan, perasaan yang tersirat, dan syi'ar-syi'ar yang dilakukan tetapi taat, tunduk, patuh, pasrah secara totalitas kepada Allah dan Rasul-Nya."

Apabila seseorang telah mencanangkan tujuan hidupnya semata untuk Allah SWT (QS. Al-An'am 162), maka ia tidak boleh tidak harus menjadikan Muhammad SAW sebagai teladan hidupnya. Dalam konteks saat ini seorang muslim yang benar adalah senantiasa berusaha mengubah dan memperbaiki kehidupan agar sesuai dengan al-Qur'an wa sunnah, sikap inilah kunci melakukan perubahan Islami yang menyeluruh.

Perubahan Islami yang menyeluruh. Pada saat kalimat syahadatain terhujam dalam diri seorang muslim dan kepahaman ilmu 'aqidah yang benar, maka lahir seorang muslim totalitas (kaffah) terhadap Islam karena Islam adalah merupakan sebuah sistem- manhaj yang menyeluruh dan mencakup seluruh aspek kehidupan. Ia meliputi ruhani, aqidah, maupun mentalitasnya, akal dalam hal wawasan pengetahuan, kemampuan ilmunya, jasmaniahnya dalam akhlaq dan aktivitasnya, sehingga Islam itu menurut Hasan al-Banna adalah sebagai berikut "Islam adalah sebuah system menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan, ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan ummat, akhlaq dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.

Manakala setiap pribadi seorang muslim / mu'min telah menampilkan dan tersibghoh (terwarnai) oleh Islam secara utuh / kaffah / totalitas dalam kehidupannya, maka terbentuklah suatu usroh / keluarga atau ijtimaiyah / masyarakat yang tegak di atas landasan sistem robbani, masyarakat Islam yang berkepribadian (syakhsiyah Islamiyah). Satu ummat dengan 'aqidah dan langkah, satu kesatuan yang utuh dimana mereka akan berdiri, tegak, berjalan dan melangkah di jalan Allah menuju ridho-Nya semata dalam seluruh aspek kehidupannya, dalam kehidupan sosialnya, ekonominya, politiknya, budayanya, hukumnya serta pada seluruh aspek kehidupan lainnya.

Khatimah
Perubahan Islami yang menyeluruh dalam kehidupan seorang muslim merupakan suatu proses yang memerlukan waktu. Hal ini sangat ditentukan oleh kemauan, kesungguhan, dan tingkat pemahaman (al-faham) dan ilmu individu yang bersangkutan, serta faktor eksternal yang mempengaruhi, agar perubahan Islami yang menyeluruh dari kekuatan syahadatain terwujud dan terealisasi dalam kehidupan. Sungguh suatu kenyataan yang menyedihkan jika ternyata kader mujahid dakwah Islam sangatlah dangkal pengetahuannya dalam Ilmu syar'i tidak menguasai nash-nash al-Qur'an dan Hadits, maka akibatnya terjadi penyimpangan aqidah.

Seharusnya kita mematuhi dan melaksanakan firman Allah SWT:

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
[QS. at-Taubah (9): 122]

Wallahu'alam bish Shawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar