Rabu, 06 Juli 2011

SUSUNAN PIMPINAN DAERAH PEMUDA MUHAMMADIYAH KABUPATEN MALANG 2010-2014

Ketua : SANTOKO
Wakil Ketua Organisasi dan Pembinaan Cabang : MUHAMMAD AMIRUDIN
Wakil Ketua Dakwah dan Pengkajian Agama : ARIP HIDAYAT
Wakil Ketua Pendidikan dan Kaderisasi : JUMAIN
Wakil Ketua KOKAM dan SAR : DHIAN DERMAWAN
Wakil Ketua Komunikasi, Informasi dan Telekomunikasi : ZAKI MAZANI S
Wakil Ketua Ekonomi dan Kewirausahaan : FACHRUDIN ALAMSYAH
Wakil Ketua Seni Budaya, Olahraga dan Pariwisata : ANA AHSANUL HUDA
Wakil Ketua Hukum, HAM dan Advokasi : Haris Syafa'at
Wakil Ketua Buruh Tani dan Nelayan : ARDI
Wakil Ketua Kesehatan dan Kesejahteraan : AKROMA NUR HUDA
Sekretaris : Ahmad Heri Hermansyah
Bendahara : Kahar Mashur

FASTABIQUL KHAIRAT

Selasa, 05 Juli 2011

The Spirit of Islam

Oleh: Drs. Usman Kasmin

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ﴿١١﴾
(11)Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Sebagaimana kita ketahui, proses dalam meraih kebenaran bukanlah sebuah rangkaian peristiwa tanpa makna. Bahkan kalau kita selidiki lebih awas terhadap berbagai kejadian yang kita alami, tentulah kita sampai pada satu titik bahwa "selalu ada hikmah di balik setiap peristiwa" tetapi hikmah apa yang dapat kita petik dari kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara; kita belum bisa menjawab secara lugas. Sementara proyek pembodohan terhadap generasi muda semakin deras, upaya pengkerdilan aqidah dan pemasungan syariat semakin nyata yang pada akhirnya akhlak anak bangsa semakin terpuruk. Tiba-tiba kita tersentak kaget bahwa ada yang telah hilang dari kita. Sebagai bangsa kita kehilangan karakter Building. Karena itu, terkadang bahkan sering kita kehilangan control diri. Kita menjadi culas, kita menjadi serakah, kita menjadi munafik, kita menjadi fasik, kita menjadi dzalim, kita menjadi hasad, dan dengki terhadap sesama. Mana yang haq yang layak kita ambil dan mana yang batil yang seharusnya kita jauhi korupsi contohnya, mana yang halal kita ambil bagian didalamnya dan mana yang haram kita menghindarkan diri dari padanya, mana keadilan yang seharusnya kita junjung tinggi dan mana kecurangan yang seharusnya kita benamkan sedalam-dalamnya Semuanya kini semakin tidak jelas. lni tidak hanya dirasakan oleh orang orang yang terbimbing hatinya di jalan Allah tetapi hampir dirasakan oleh setiap orang dizaman ini.

Bangsa yang kaya raya dengan segala sumber alamnya baik yang ada di atas maupun di dalam perut bumi Indonesia. Yang oleh para seniman menggambarkan "Tongkat kayu dan batu bila ditancapkan dipersada Indonesia maka akan tumbuh menjadi tanaman yang dapat menghidupi penduduknya" tapi yang kita rasakan kini adalah sebaliknya, seperti kata pepatah kita "Seperti ayam bertelur dilumbung padi, mati kelaparan" Negeri yang 'Gema ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja' negeri yang aman damai, gotong royong, tidak lagi kita saksikan dari wajah-wajah polos anak bangsa kita. Yang ada adalah keculasan, kebringasan, keserakahan, kemunafikan, kefasiqkan, kedzaliman serta keputus asaan.

"Subhanallah..." Negeri yang begitu indah yang dipuja-puji oleh segala bangsa di dunia; yang oleh para Founding Father kita, dengan bijak telah meletakan Visi dan missi Bangsa di atas landasan kalimah Tauhid 'Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang tiada lain adalah "Qul huwallahu ahart. Maka semestinya kita sebagai pewarisnya mampu mewujudkannya menjadi bangsa besar dan terhormat dimata dunia yakni Baldatun tayyibatu warabbun ghafuur. Mengapa belum terwujud ? jawabannya, mungkin kita telah salah mengurusnya.

Allah menghadirkan fenomena ini dalam sebuah firmannya : QS.AI-A'raaf (7) 96: Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Rasulullah juga telah mengingatkan hal tersebut kepada kita umatnya : "Idza wusidal amru ilaa ghairi ahliha fantadhirissaata" artinya: Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehanurannya" (HR. Bukhari).

Seorang diplomat sekaligus filosof Inggris Charles Le Gai Eaton yang telah menemukan kembali hidayah dan menjadi muslim, mengatakan, di manapun seorang muslim dilahirkan, dan apapun ras atau suku bangsanya, kampung halaman umat Islam adalah Dar al-Islam. Paspor seorang muslim, baik di dunia maupun akhirat, adalah kalimat syahadat" Sungguh bijak pernyataan dari Charles Le Gai Eaton. Dan sesungguhnya inilah yang seharusnya terjadi di dunia Islam termasuk di Indonesia. Namun sejak kemundurannya setelah abad ketiga belas, umat Islam hampir tidak pernah menemukan jalan kembali kepada kejayaannya.

Kita juga tidak asing dengan seruan Tajdidul Islam atau pembaharuan Islam yang sesungguhnya karena keterbelakangan dan kejumudan umat Islam dalam memahami dan menerapkan ajaran Islam sehingga negeri-negeri Islam yang kaya raya hampir tidak dapat mensejahterakan penduduknya justru mengundang malapetaka. Kolonialisme; harta dan kekayaannya dikuras, rakyatnya dijajah dan dipasung dengan belenggu kemiskinan dan kebodohan. Agama Islam yang dianutnya tidak lagi memberikan pencerahan peradaban justru kehilangan spirit bagi pemeluknya. At tbatrtya; seperti ungkapan seorang pembaharu Islam di Mesir ketika ditanya wartawan setelah kembali dari pengasingannya di Prancis "Apa yang anda lihat di Eropa?" jawab beliau, "Saya melihat Islam di Eropa, sekalipun saya tidak melihat umat Islam, dan di Mesir saya melihat Umat Islam, tapi saya tidak melihat Islam".

Dan beberapa latar belakang dan fenomena serta persoalan yang menimpah bangsa dan umat Islam khususnya, maka gagasan untuk kembali ke Spirit Islam menjadi tetap actual dalam kehidupan kita sebagai orang yang beriman, paling tidak dengan farmat yang sederhana untuk diucapakan, dan siapa saja bisa mengucapkan adalah "Watawaa shaubil watawaa shaubis shabri" dengan segala action progresif yang dihadapi setiap pribadi muslim. Namun demikian kita juga membutuhkan kekuatan jama'ah, kerja keras dan sungguh¬sungguh (jihad) sebab hanya dengan persatuan dan kesatuan umat Islam maka tugas berat ini bisa terwujud. Terutama mewujudkan program yang sudah di agendakan.

Dalam kaitan ini, terutama membangkitkan kembali sprit Islam; maka ada beberapa agenda yang perlu kita kerjakan tidak hanya sebagai individu dan parsial tapi juga secara ummat dan terencana serta bekesinambungan.

Pertama
Pembaharuan dalam hal aqidah. Dalam hal ini bukan aqidah Islam kita yang kita ubah tetapi dalam arti purifikasi, pembersihan, atau pemurnian. Yakni, hal-hal yang mengotori aqidah, dan dampaknya dalam perilaku serta budaya tercipta; kita campakan sejauh-jauhnya supaya aqidah kita benar-benar bersih seperti yang dikehendaki Al Qur'an dan As Sunnah. Terutama bentuk-bentuk syirik yang sudah sangat terbiasa dalam kehidupan masyarakat sebagai warisan sinkritisme dengan ajaran agama agama sebelumnya saat terjadi Islamisasi di Indonesia.

Kedua
Pembaharuan dalam Teologi Islam. terutama ada gejaia positif dikalangan sebagian generasi muda, yang sudah terbebas dari warisan bentuk-bentuk syirik dimasa lalu dan terbebas pula dari syirik gaya baru sebagai manifestasi jahiliyah modern, maka teragenda dalam visi perjuangan yang ditegakkan adalah membumikan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakan seperti yang dicita-citakan oleh para Founding Father kita yakni terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar benarnya. Teologi yang shahih yang berlandaskan kitabullah dan sunnah shahih tentu terus menjadi ruh dari teologi dalam perspektif yang lain yang relevan dengan masalah masalah sosial yang muncul dalam era global ini.

Ketiga
Umat Islam harus terus menerus untuk memperbaharuai dan meningkatkan pengetahuan dan teknologinya. Karena Agama Islam mengajarkan keseimbangan hidup dunia dan akhirat."Rabbanaa aatinaa fiddunya hanatan wafil akhirati hasanatan"
dan untuk mencapainya Rasulullah menyerukan dengan menggunakan ilmu "Man aradaddunya fa'alaihi bil ilmi, wan araadal akhirati fa'alaihi bil ilmi...." Barangsiapa menghendaki kebahagiaan dunia maka wajib atasnya untuk mengetahui ilmunya, dan barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan hidup akhirat maka wajib atasnya untuk mengelahui ilmunya...(Al Haditst) Juga di isyaratkan dalam QS.Al'Alaq (96) : 1 dan QS. Al¬Mujadalah (58): 11.

Keempat
Memodernisasi diri dengan manajemen modern dalam seluruh lapisan terutama organisasi dan yang trend adalah adaptasi dan kolaborasi serta koorporasi tapi masih dalam koridor spirit Islam. "Tak peduli berapa jauh jalan salah yang anda jalani, putar arah sekarang juga (Manajemen Perubahan dan Manajemen Harapan), Jangan sampai kita kehilangan momentum untuk berubah! Ya, Cuma itu kesempatan kita. Sekali momen ini hilang, semuanya akan kembali kecara-cara lama Rhenald Kasali.

Kelima
Pembaharuan Etos kerja yang lebih Islam. Yatitu kerja keras, kerja cerdas serta istiqomah Seperti yang Qur'an maksudkan yakni

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh¬sungguh (urusan) yang lain (8). dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (QS.AI-Insyirah(94): 7-8).

Padahal iqrar yang telah terucap: Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(QS.AI¬An'am(6):162. Firnnan Allah-dalam QS. Ash-Shaff (61) :4.

Sesungguhnya Allah menyukai orang yang _ berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.

Wallahu A'lam Bishawab.

Senin, 04 Juli 2011

Memahami Makna Kalimat Pada Ayat Isra' Mi'raj Rasulullah SAW

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴿١﴾
(1)Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
[QS. al-Israa' (17): 1]


Pada ayat di atas terdapat beberapa istilah yang harus dipahami secara utuh dan komprehensif, tidak secara parsial, sehingga diperoleh pemahaman yang menyeluruh, tentang peristiwa isra' Mi'raj, adapun Istilah-istilah tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Subhaana (Maha Suci Allah)
Dalam peristiwa Isra' Allah SWT memulai firman-Nya dengan kata "Subhana" (Maha suci) kata "Subhana"ini akan memberikan pengertian dalam hati seseorang bahwa dalam peristiwa itu ada kekuatan Supranatural yang tidak mungkin dijangkau oleh pemahaman manusia dimuka bumf. Maka makna kata "Subhanallah" ialah bahwa Allah itu Maha Suci Dzat-Nya, Sifat-Nya dan Perbuatan-Nya dari segala kesamaan. Kalau ada suatu jenis perbuatan atau peristiwa yang Allah mengatakan bahwa "Peristiwa itu Dia yang melakukan" maka kita sebagai hamba harus menSucikan-Nya dari segala ketentuan yang berlaku untuk manusia, dan tidak boleh mengukur perbuatan Allah itu dengan perbuatan manusia. Oleh karena itu, maka surat ini dimulai¬Nya dengan kata "Subhana" (Maha Suci) yang akan menimbulkan kesan dalam hati manusia bahwa peristiwa itu benar-benar peristiwa ajaib dan diluar jangkauan akal dan kemampuan manusia. "Subhana" berarti "Tanzih" (mensucikan). Apabila Allah mengatakan "Subhana" berarti mensucikan perbuatan-Ku dari perbuatan-mu (makhluq).

2. Asraa (Yang memperjalankan)
Subjek dari "Yang memperjalankan" dalam hal ini adalah Allah, dengan kalimat : "Al-Ladzii asraabi"sama dengan kata "liya'buduni" QS;51:56, dan kata "Asraa" terdapat pula Dalam surat 8:67, 70, yang artinya "tawanan", bentuk kata benda, noun atau isim. Dalam konteks ayat 17/1 ini, kita mengartikan "Asraabi" dengan "Memperjalankan dalam penjagaan" sebagai kata kerja, verb atau Hal ini dapat dianalogikan pada maksud surat 26:52 dimana terdapat istilah yang sama tetapi bentuknya fi'il amar untuk memperjalankan Bani Israil dengan penjagaan untuk menyeberangi laut merah. Kalimat ini memberi pengertian bahwa Rasulullah SAW itu di Asraa-kan dalam pengertian di Mi'rajkan oleh Allah SWT, bukan Asraa dengan sendirinya atau kehendak Muhammad SAW sendiri tetapi dengan keilmuan dan kekuasaan Allah yang memperjalankannya.

3. Bi-'Abdihii (Hamba-Nya)
Dalam ayat ini Allah tidak menyebut lafal "Bi¬Rasulihii" atau lafal "Bi-Muhammadin", tetapi menggunakan lafal Bi'abdihi, yaitu dengan sifat "Ubudiyah"atau Penghambaan kepada Allah yang merupakan pintu datangnya karunia Allah SWT, sebab semua Nabi dan Rasul yang nota bene merupakan panutan umat, diutus untuk membenarkan atau meluruskan cara penghambaan kita kepada Allah SWT. Kata sifat "Ubudiyah" atau penghambaan ini adalah kata yang pahit, yang_ sulit dan yang dibenci oleh manusia, apabila terjadi diantara sesama makhluq, yang satu terhadap yang lainnya, maka makhluq yang satu akan menjadi hamba bagi makhluq yang
lain. Dan ini mengharuskan si-hamba mencurahkan pikiran, tenaga, dan segenap kemampuannya sebagai baktinya, Tetapi penghambaan dari makhluq terhadap Al-Khaliq justru sebaliknya, yaitu Al-Khaliq yang dipertuan itulah yang akan memberi karunia kepada orang yang menghambakan diri kepadaNya.

Karena itu maka "Ubudiyah" disini adalah suatu kemuliaan, apabila pengabdian itu meningkat, maka pemberian karunia dari Allah Yang Maha Suci itu ditingkatkan pula. seperti yang terjadi pada diri Nabi Isa as. putra Maryam yang disebutkan oleh Allah dalam surah an¬Nisa';4:172 "Al Masih tiada enggan menjadi hamba bagi Allah, demikian pula para Malaikat yang dekat." Disamping itu, kata "Bi'abdihi" dan ini sebagai jawaban atas penolakan sebagian orang bahwa perjalanan malam hari Rasulullah SAW ini hanya terjadi dengan ruhnya saja tanpa jasad, padahal kata "'Abd" (hamba) dipakai untuk ruh beserta jasadnya sekaligus, sehingga tidak ada orang yang mengatakan ruh itu sebagai "'Abd" atau jasad yang tidak ber-ruh sebagai 'Abd".

4. Lailan (Pada suatu malam)
Rasulullah SAW telah diperjalankan oleh Allah SWT pada waktu malam hari, mengapa Rasul diberangkatkan pada malam hari? Disini kita sudah sepakat bahwa Rasulullah diperjalankan secara logis, secara nyata dan riil, maka sekarang kita akan masuk pada keterangan yang juga logis dan ilmiah serta cocok untuk ilmu kejiwaan. Masih ingat kisah Adam yang dulunya bertempat tinggal didalam Jannah yang kita artikan sebagai kebun yang subur yang berada diluar planet bumi. Sekarang cobs anda perhatikan kembali ayat ke-14 dan ke-15 dari surah An Najm (53) yaitu "Di Sidratil Muntaha","Di dekatnya ada Jannah tempat tinggal, Dan kemudian lihat juga QS. Thaha; 20:117-119 maka akan ditemukan antara Jannah yang termaktub dalam surat an-Najm:15 itu dengan Jannah dimana dulunya Adam dan istri pernah tinggal sebelum "diterbangkan" keplanet bumi. Kalau dicermati dengan balk, Jannah tempat tinggal Adam pertama kali, itu dikatakan tidak akan merasa kepanasan, dan saya mengasumsikan bahwa Jannah itu letaknya di Muntaha dimana Rasulullah SAW melakukan perjalanannya pada peristiwa Mi'raj. Jadi, Muntaha itu adalah nama sebuah tempat yang bisa juga sebuah planet yang berada diluar angkasa dan bisa kita katakan kedudukannya berada di atas orbit bumi, seperti halnya dengan kedudukan planet Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto, (baca: "Peta Ruang Angkasa" atau Studi Kritis Pemikiran Islam oleh Armansyah).

5. Min al-Masjidil Haraam Ha al-Masjidil Aqsha
Dari Masjidil Haraam (Makkah) menuju ke Masjid Al-Aqsha (Palestina) Dimulainya perjalanan Rasulullah SAW, Seperti yang diketahui bersama, Masjidil Haraam adalah rumah peribadatan yang pertama kali dibangun untuk manusia oleh Allah SWT yang akhirnya dasar-dasarnya ditinggikan oleh Nabi Ibrahim bersama putranya, Nabi Ismail as, Tempat tersebut juga merupakan awal bertolaknya da'wah serta tempat berdomisilinya Rasulullah SAW. Menurut Haikal Sulaiman Masjid Al-Aqsha sendiri waktu itu belum ada, yang ada Bait Al-Maqdis di Palestina, hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW. "Kaum Quraisy menanyakan kepadaku tentang perjalanan lsraa, aku ditanya tentang hal-hal di Bait Al-Maqdis, tidak dapat aku menerangkannya sampai-sampai aku bimbang. Tatkala kaum Quraisy mendustakanku, aku berdiri di Hijr lalu Allah SWT menggambarkan didepanku keadaan di Bait Al-Maqdis dan tanda-tandanya hingga mampu aku menerangkannya kepada mereka seluruh keadaan" (HR. Bukhari) hal ini membuktikan bahwa memang Rasul SAW tidak pernah pergi kesana malam itu, melainkan pergi ke "Masjid Al-Aqsha" yang terletak di Muntaha. Aqsha bukanlah nama, arti Masjidil Aqsha adalah Masjid yang jauh atau Tempat sujud yang terjauh. Dan masih ingatkah anda tentang Jannah yang disana Adam dihormati oleh semua Malaikat dan Jin dengan cara bersujud ? Masjidil Aqsha yang menjadi tempat tujuan Rasulullah SAW adalah Tempat bersujudnya para Malaikat terhadap Adam sekaligus menjadi tempat bersujudnya Rasulullah SAW kepada Allah pada scat beliau menerima perintah shalat yang letaknya sangat jauh dari bumi dan hanya terdapat di Muntaha.

6. Baraaknaa_Haulahuu (Yang telah Kami berkahi sekelilingnya)
Kata hau lahuu atau Kami berkahi sekelilingnya adalah diperuntukkan untuk tempat disekitar perjalanan Rasulullah SAW tersebut, atau juga Kata "NYA" atau lafal "HAU_LAHUU" pada kata "Kami berkahi sekelilingnya" sebenarnya adalah ditujukan kepada diri Rasulullah SAW sendiri. Jadi, lstilah "disekelilingnya" = disekeliling Rasulullah SAW. Sementara arti Barakah adalah penjagaan, yaitu penjagaan yang melingkupi diri Rasulullah SAW dalam Asraa itu.

7. Linuriyahuu Min Ayatinaa (Kami perlihatkan tanda-tanda Kami)
Kami perlihatkan sinonim dengan "Diperlihatkan" Yaitu, diperlihatkan kepada Rasul SAW dengan mata kepala, masalah Mi'raj pada surah 17/1 ini, AlQuran menggunakan perkataan : "Linuriyahu min aayatina"yang artinya: "untuk Kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda Kami" yaitu tanda¬tanda kebesaran Allah atau "Laqad ra-aa min aayaati Rabbihi alkubraa." "Sesungguhnya is telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya yang besar/hebat." (QS. an-Najm;52:18)