Kamis, 25 Februari 2010

Nikah Siri Tak Ada dalam Islam

Pimpinan Daerah Aisyiah (PDA) Kota Malang mendukung rancangan undang-undang (RUU) Peradilan Agama Tentang Perkawinan yang membahas nikah siri, poligami dan kawin kontrak. Sebagai langkah untuk mencatat pernikahan di lembaga negara yang memiliki konsekuensi hukum.

Hal itu terungkap dalam Tabligh Akbar jelang satu abad Muhammadiyah yang digelar PDA Kota Malang di RSI Aisyiah Jalan Sulawesi Malang yang menghadirkan Dra. Hj. Shoimah Kastolani, Pimpinan Pusat Aisyiah Jogjakarta.

“Kami sangat mendukung pencatatan pernikahan sebagai upaya kemaslahatan dan kesejahteraan. Kalau soal pidananya itu yang masih perlu ada formatnya. Selama ini belum ada kejelasan sanksi pidana yang dikenakannya,” kata Ketua PDA Kota Malang, Dra. Hj. Rukmini Fadlan kepada Malang Post kemarin.

Pro kontra terhadap RUU itu tidak banyak mendapat perhatian di PDA, alasannya rumusan nikah siri di dalam dunia Islam tidak dikenal. Nikah siri diartikan sebagai nikah rahasia yang tidak diketahui banyak pihak. Jika pernikahan dilakukan secara agama dengan menghadirkan saksi dan di hadiri keluarga, bukan lagi diartikan nikah siri. Karena siri itu dimaknakan rahasia dalam bahasa arab.

Hanya saja pernikahan itu tidak dicatatkan. Dalam konteks Islam pernikahan itu tetap sah karena pernikahan itu suci yang tidak bisa dinilai secara materi. “Masalah pencatatan itu harus kita hormati. Saat ini sudah berbeda zamannya, tidak sama dengan zaman saat kanjeng nabi masih ada,” ungkapnya.

Zaman nabi diakuinya tidak ada pencatatan pernikahan, tapi saat ini dengan sumpah atas nama Allah sudah dapat dipercayai. Saat itu hukum-hukum Islam ditegakkan. Sekarang ini zamannya sudah berbeda. Meski berkali-kali sumpah sulit untuk dapat dipercaya. Pencatatan pernikahan sebagai salah satu upaya untuk memberikan kepastian itu sendiri.

“Pernikahan sirri atau yang tidak dicatatkan tidak selalu pihak perempuan yang dirugikan jika ada masalah. Pihak pria juga ada yang dirugikan. Hal itu pernah ditangani klinik keluarga sakinan PDA Kota Malang. Ada dua pria klien kami yang dirugikan dengan pernikahan tanpa pencatatan di negara,” terangnya.
Kasus yang terjadi, pihak perempuan memilih untuk membangun keluarga dengan pria lain. Tapi, pihak pria sulit untuk melakukan pemutusan ikatan pernikahan karena tidak ada bukti pernikahan.

Sementara itu, dalam tabligh akbarnya, Hj. Shoimah Kastolani banyak memaparkan profil rumah tangga Rasulullah. Selain jelang satu abad Muhammadiyah, juga untuk memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. “Rasulullah itu lebih lama melakukan monogami daripada poligami. Menikah dengan Siti Khadijah mulai umur sampai 25 tahun sampai 53 tahun, baru melakukan poligami. Selama 28 tahun lamanya Rasulullah monogami. Poligami yang dilakukan Rasulullah bukan karena syahwat, tapi untuk memperkuat umat Islam saat itu,” terangnya dihadapan ratusan jamaah PDA Kota Malang.

Sumber:
Malang Post
www dot malang-post dot com /index.php?option=com_content&task=view&id=7808&Itemid=71

1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum.

    Saya mau tny.
    Jadi kalau pernikahan yg di katakan siri (di indonesia) di lakukan dgn wali & saksi yg pas tapi tdk melakukn pencatatan dari negara. Bagaimana dgn hukum waris utk istri dan anak jk nanti bercerai ? Sedangkan nt dr majelis agama di butuhkan surat nikah ?

    Tolong penjelasan nya ya.

    Trima ksh :-)

    BalasHapus