Selasa, 02 Maret 2010

Ghuluw Fid-din Wahubbun Nabiyyin

Oleh: Hafidz JM. S.Pd.



Jauhilah kalian dari sikap berlebih-lebihan dalam menjalankan agama, karena sesungguhnya sikap berlebihan itulah yang menghancurkan ummat-ummat sebelum kamu.
[HR. Ibnu Hibban, al-Hakim, dan Ibnu Huzaimah]

MUQODDIMAH
Islam datang melalui Rasulullah SAW untuk membebaskan manusia dari belenggu kebodohan, menyinari gelapnya dunia, menyelamatkan manusia dari kesesatan dunia membersihkan dari peradaban yang tidak manusiawi, menuju sebuah peradaban yang bermoral dan bermartabat bagi kelangsungan hidup manusia. Islam satu-satunya agama yang menjanjikan akan keselamatan bagi pemeluknya selama mau mengikuti hukum yang diajarkan di dalamnya, baik hukum yang berkaitan dengan masalah aqidah, ibadah, mu'amalah atau aspek kehidupan lainnya, termasuk dalam hal ini hukum berlebihan dalam agama (GHULUW FID-DIN) atau bagaimana cara mencintai Nabi SAW (hubbun Nabiyyin) sesuai ketentuan syariat.

GHULUW FID-DIN
Ghuluw secara lughah adalah melebihi batas, yang diambil dari kata secara terminologi syar'i adalah berlebih-lebihan dalam suatu urusan agama sampai melampui batas kewajaran yang telah di syari'atkan (fathul baari) dalam hal ini secara umum ghuluw berputar dalam dua masalah yaitu aqidah dan amalan (baik ibadah, maupun mu'amalah, tradisi, bersikap, pengkultusan terhadap seseorang, pepohonan, atau bebatuan dan tempat-tempat yang di agungkan) fiddin artinya agama Islam, sedangkan pemeluknya di sebut muslim, jadi orang muslim tidak diperkenankan melakukan suatu amalan yang melampaui batas, karena agama islam yang diturunkan oleh Allah kepada hamba utusan - Nya Muhammad SAW dengan sempura tidak ada yang kurang dan tidak ada yang lebih.

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
[QS al-Maidah (5): 3]

Demikian juga ajarannya diperintahkan kepada manusia yang juga di anugerahi kemampuan oleh Allah SWT tentunya dalam ajaran agamanya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, dan Allah Maha Tahu kemampuan hambaNya. Dari sini dapat kita pahami bahwa sangat tidak wajar (dzalim) apabila manusia dalam mengamalkan ajaran agamanya berlebih-lebihan atau dilakukan dengan kurang sempurna, keduanya sama-sama tidak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam syari'at ibarat kita berjalan di atas rel kereta api, lalu kita tergelincir atau keluar jalur rel tersebut, maka jelas kita akan tersesat atau celaka, oleh sebab itu sikap ghuluw fid din dalam al Qur'an digolongkan pada kesesatan yang jauh.

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ

Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.
[QS An-Nisa'(4): 171; Al-Maidah (5): 77]

Dari teks dua ayat di atas Allah SWT melarang kepada ahli kitab dari sikap ghuluw dalam agama, akan tetapi yang perlu kita pahami dari ayat itu, bahwa setiap perintah atau larangan yang ditunjukkan kepada Ahli kitab, bukan berarti umat Islam bebas dari perintah atau larangan itu, justru umat Islam parus menjauhi larangan meniru ghuluw yang dilakukan ahli kitab.

Realita ghuluw dalam hal aqidah, yaitu meniru cara dan pola pikir ahli kalam, yang selalu menyamakan Allah dengan makhluq-Nya (tamsil), dan mengingkari sifat-sifat Allah yang terangkum dalam asma'ul husna (ta'thil) contoh ada seorang pelajar dari ahli kalam bertanya terkait ayat dan hadits tentang sifat-sifat Allah SWT, yaitu:

Dari Abdullah bin 'Amr ra.:
"Sesungguhnya hati anak cucu Adam berada diantara dua jari jemari Ar-Rahman, seperti satu hati saja, DIA membolak-balikkan sesuai yang dikehendaki".

Lalu pelajar itu interupsi berapakah jumlah jari-jemari dan ruasnya Allah. ..? Interupsi semacam ini semestinya tidak ditanyakan, karena termasuk sikap ghuluw (HR. Muslim syarah Riyadhush Shalihin).

Sedanqkan ghuluw dalam hal ibadah yaitu melakukan suatu ibadah, baik ibadah wajib maupun mustahab di luar batas kemampuan (memaksakan diri) contoh dalam hadits:

"Pada suatu ketika Rasulullah SAW masuk ke dalam masjid, beliau mendapatkan sebuah tali terikat di antara dua tiang masjid, lalu Rasul bertanya, untuk apa tali ini? Sahabat menjawab: tali ini milik Zainab (yang digunakan dalam beribadah) jika ia capek shalat, ia bergantung dengan tali: maka Rasul memerintahkan lepaskan tali itu, dan berkata: "Hendaknya kalian menegakkan shalat selagi giat, jika merasa capek, hendaklah tidur".
(HR. Bukhari)

Hadits ini bagian kecil dari kasus ghuluw yang terjadi dalam ibadah, Disamping ibadah yang berlebihan itu termasuk kesesatan, juga dibenci oleh Rasulullah SAW, karena dikhawatirkan muncul rasa jenuh dalam beribadah, justru lebih utama (afdhal) jika amalan itu dijaga dan dipelihara secara terus menerus sekalipun sedikit. Itulah keutamaan dalam agama, bukan melakukan suatu ibadah ritual yang berlebihan baik yang bersifat rutinitas maupun insidental dengan tujuan mencari keutamaan dari amalan itu, malah kekurangan yang kita dapatkan. Demikian juga termasuk berlebihan dalam amalan agama berwudhu' berulang-ulang atau membaca ayat-ayat Al-Qur'an dalam shalat yang berulang-ulang dengan alasan khawatir tidak sah (alias was-was) sedangkan was-was itu bagian dari perbuatan syaithan, solusinya lakukan amalan agama dengan penuh keyakinan yang benar, Sabda Rasul:\

"Tinggalkan apa-apa yang meragukanmu, kepada apa yang tidak meragukanmu"
(HR.Ahmad, Nasa'i).

Terakhir bersikap ghuluw dalam mu'amalah yaitu mengharamkan sesuatu yang merupakan wasilah dalam hidup ini, misalnya: keyakinan pengikut shufi bahwa orang yang bekerja mencari ma'isyah (penghidupan) adalah orang yang tidak mau dengan akhirat, juga mereka melarang mengkonsumsi barang yang tidak termasuk kebutuhan primer (Syekh lbnu Utsaimin) atau contoh lain yaitu bagi orang yang gemar membaca, baik Kitabullah maupun Al-hadits , mereka memaksakan diri membaca sampai kantuk dan tidak istirahat, sehingga dia tidakdapat mengambil manfaat dari apa yang ia baca, misalnya: mengkhatamkan Qur'an dalam beberapa jam, dengan bacaan yang tidak jelas Subhanallah dan masih banyak contoh yang lain. .

HUBBUN NABIYYIN
Cinta kepada Rasulullah SAW bagian dari sifat terpuji dan keimanan seseorang, karena berkat perjuangan Beliau kita dapat mengetahui tujuan hidup yang sebenarnya, akan tetapi yang perlu dipahami bahwa cinta kepada Rasulullah SAW harus dibangun atas dasar cinta kepada Allah SWT, karena semakin tinggi cinta seseorang kepada Allah, maka semakin bertambah cintanya kepada Rasul-Nya! Demikian juga sebaliknya.
Begitu banyak ayat dan hadits yang memerintahkan kita untuk selalu cinta dan mencintai "Al-Anbiya'" misalnya:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[QS Ali Imran (3): 31]

Dan Hadits:

"Demi Allah, yang jiwaku di tangan Allah, tidaklah beriman salah seorang di antara kamu sehingga aku lebih kamu cintai dari pada ayah, anak dan manusia seluruhnya"
(HR. Bukhari-Muslim).

Hadits ini memerintahkan sekaligus sebagai ancaman bagi kita yang tidak mau mencintai Rasulullah, dipertegas lagi dalam al-Qur'an:

قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
[QS at-Taubah (9): 24]

Diantara cara mencintai Rasulullah yaitu dengan menegakkan Sunnah Beliau, menjauhi dan melarang apa yang tidak Beliau lakukan, serta bershalawat atas Beliau.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
[QS al-Ahzab (9): 56]

Namun dalam realita kehidupan manusia masih banyak yang melakukan penyimpangan atas dasar cinta kepada Rasulullah SAW sehingga melanggar ketentuan agama, misalnya: bersumpah atas nama Nabi menyanjung dan memuji sampai di atas derajat hamba Allah, mominta kepada Beliau baik dengan dengan doa atau ziyarah ke quburannya, lebih-lebih yang lagi ngetren yaitu Perayaan Maulid Nabi SAW, yang Nabi sendiri tidak pernah melakukannya, dan tidak mensyari'atkannya kepada umat ini (sungguh telah sempurnanya ajaran Islam ini) bahkan Nabi SAW tidak suka dipuji-puji, sebagaimana sabdanya:

Janganlah engkau berlebih-lebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani berlebihan memuji ISA putra Maryam, aku ini hanya seorang hamba, maka katakanlah: "hamba Allah dan Rasul-Nya"
(HR. Bukhari).

Mengakhiri pembahasan ini, waspada dan berhati-hatilah dari sikap ghuluw, dan hendaklah segera bersikap tawadhu' kepada Allah SWT. Kebaikan yang kita raih harus atas pertimbangan Al-Qur'an dan As- Sunnah, karena tidak semua amalan yang kita anggap baik, itu benar, kecuali berlandaskan sebuah dalil shahih dan shahih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar