لِّلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَن يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَن يَشَاءُ الذُّكُورَ
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki,
[QS asy-Syura (42): 49]
Bicara masalh manusia, tidak lepas dari dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan, Islam dalam masalah ini tidak pernah membedakan keduanya, baik hal hukum, ibadah, mu'amalah, beramal, beriman dan lainnya, selama tidak keluar dari fitrah (kodrat) kewanitaan dan kelelakiannya, keduanya diciptakan oleh ALLOH sama seperti penciptaan siang dan malam, antara yang satu dengan yang lain saling melengkapi, sehingga menjadi sempurna.
Setiap tahun, pada tanggal 21 April, bangsa Indonesia selalu memperingati Hari Kartini, sebagai langkah awal kaum wanita maju selangkah dan menghilangkan beribu-ribu langkah untuk beremansipasi, serta meninggalkan catatan sejarah terpuruk yang pernah dialami oleh kaum wanita.
Masa Dahulu
Pada masa sebelum Islam datang (Jahiliyah) wanita adalah, manusia yang paling dirugikan di dunia. Betapa tidak! Eksistensi wanita pada saat itu tidak bedanya dengan barang dagangan yang dapat diperjual-belikan, dan mereka layaknya binatang ternak, bahkan ironisnya anak kandung laki-laki mewarisi (mengganti) posisi ayah yang telah meninggal, dan anak tersebut dapat berbuat apa saja terhadap ibu kandungnya sendiri, apakah dengan mengawininya, atau membiarkan sampai ia memerdekakan dirinya sendiri dengan membayar upeti (tebusan) kepada anak laki-lakinya. Kemudian Islam datang, perubahan salah satunya ialah mengangkat harkat dan martabat kaum wanita yang telah mengalami penderitaan lahir batin, serta hak-haknya, disebabkan oleh berkembangnya budaya yang tidak manusiawi pada masa itu.
Pada masa dulu, wanita tidak ada hak sama sekali dalam hal waris mewaris, karena menurut pandangan mereka, orang yang berhak mewarisi harta hanya orang yang bisa mengangkat senjata untuk membela sukunya, pandai menunggangi kuda, piawai dalam memainkan pedang yang notabene-nya hal itu tidak dapat dilakukan oleh kaum wanita. Betapa mulianya ajaran Islam yang dapat menyelamatkan kaum wanita di tengah-tengah pelecehan direndahkan oleh kaum lelaki.
Oleh sebab itu, menurut catatan sejarah, bahwa laki-laki zaman jahiliyah tidak apresiatif terhadap kelahiran anak perempuan. Ketika anak yang lahir perempuan maka mereka berkomentar; bagaimanapun juga punya anak perempuan tidak sama dengan anak laki-laki. Bahkan al-Qur'an telah mencatat kemurkaan mereka ketika anak yang dilahirkan adalah perempuan. Firman ALLOH SWT:
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِالْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ
يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.
Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.
[QS an-Nahl (16): 58-59]
Inilah sikap orang-orang masa jahiliyah dahulu, kalaupun pada masa sekarang masih ada yang memegang kepercayaan bathil tersebut, maka ia akan memiliki nasib yang sama dengan mereka.
Masa Islam
Islam datang untuk mengangkat harkat dan derajat wanita dari perbudakan menuju kemerdekaan, bahkan Islam menganggap kelahiran anak perempuan merupakan Hibatullah (pemberian/anugerah dari ALLOH SWT) yang harus disyukuri dan dipelihara dengan baik (sesuai firman ALLOH dalam asy-Syuraa ayat 49 di atas). Ayat ini mengindikasikan bahwa apa yang telah Dia kehendaki berarti itu yang terbaik untuk hambaNYA, jadi tidak perlu dirisaukan apakah anak itu lahir dengan jenis kelamin laki-laki atau perempuan, hakikatnya di hadapan ALLOH semua sama tergantung bagaimana kita menerimanya.
Bahkan, Islam memandang, dalam pendidikan kalau perlu anak perempuan justru lebih diperhatikan dari pada anak laki-laki, karena dengan kelembutan dan ketulusan seorang perempuan dapat mengantarkan seseorang ke surga, karena Islam telah mengangkat harkat dan martabat seorang perempuan sebagai Ibu, Istri dan anak, dan dalam Islam melarang seorang laki-laki memperlakukan seorang perempuan dengan sewenang-wenang, misalnya: pendidikan perempuan cukup sampai di sini, harus menikah dengan laki-laki ini dan sebagainya. Tidak demikian, akan tetatpi perempuan juga bisa menolak, jika oleh sang ayah mau dinikahkan dengan laki-laki yang tidak ia kehendaki, karena suatu hal, dan ayah tidak boleh takallaful iradah (memaksakan kehendak).
Masa modern seperti sekarang sudah tidak zamannya lagi seorang anak dipaksa-paksa, karena secara fitrah mereka punya kebebasan memilah dan memilih apa yang diinginkan dalam rangka mencapai masa depan yang cemerlang, karena merekalah yang akan menjalani dan mereka pula yang tahu apa yang baik dilakukan, hal ini pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW, bahwa pada suatu hari seorang wanita datang kepada Rasul seraya berkata: "Sesungguhnya ayahku telah menikahkan saya dengan anak laki-laki saudaranya (keponakan/sepupu putrinya), hal itu dimaksudkan untuk mengangkat derajatnya." Pada riwayat lain bahwa wanita itu tidak mencintai/menyukai laki-laki tersebut, lalu menyerahkan keputusan itu kepada wanita itu dan wanita itu berkata: "Sesungguhnya saya telah menyerahkan hal keputusan pada ayah, akan tetapi hal itu saya maksudkan untuk menginformasikan kepada para wanita bahwa seorang ayah tidak punya hak sama sekali untuk memaksa anak perempuannya." (HR. Ibnu Majah, Bab Nikah, No. 1874). Jadi, orang tua sebagai pijakan dan kontrol saja, bukan pengambil keputusan, lagi pula sekarang kan bukan zamannya Siti Nurbaya yang semua orang tahu ceritanya, yang penting tidak menyalahi ajaran Islam, khususnya agama calon pendamping hidupnya jelas dan memiliki iman yang kuat. Islam dalam masalah ini, memperhatikan dan memelihara hak-hak wanita dalam aspek kehidupan.
Masa Kini
Di zaman yang modern ini, kecenderungan wanita terbagi dalam dua friksi (kelompok) yang bertolak belakang, tapi sama-sama ekstrim, friksi (kelompok) pertama mereka (para wanita) cenderung eksklusif, menutup diri dari pergaulan dan pengaruh eksternal, sehingga mengabaikan aspek sosial yang semestinya harus dilakukan, karena ajaran Islam universal dan fleksibel. Sedangkan friksi (kelompok) kedua, mereka cenderung transparan dan layaknya go public membuka pintu lebar-lebar sampai di luar batas (kekurang ajaran dan kekurang wajaran) yang disebabkan mereka tkalid buta menyadap apa yang datang dari budaya barat, misalnya: dari segi pakaian terbukti bahwa masa sekarang banyak kaum muslimah yang tidak punya malu, berpakaian tapi telanjang. Kebiasaan semacam ini merupakan budaya barat yang memang tidak punya malu, (dan itu biasa), karena menurut mereka hal semacam itu wajar karena tidak mengenal aurat (anggota tubuh yang harus ditutupi), akan tetapi untuk bangsa kita, hal semacam itu bukan wajar, tapi kurang ajar! Coba kita saksikan di televisi, maal, kampus dan pusat perbelanjaan lainnya, ini baru dari sisi pakaian, belum yang lainnnya, ini baru dari sisi pakaian, belum yang lain-lain, Inna lillahi wa inna ilaihi raaji'uun, Subhanallah!
Oleh sebab itu, mari kita kuatkan kesadaran Islamiyah modern (as-sahwal islamiyatil mu'asyirah) khususnya para wanita muslimah ke depan (di masa yang akan datang) harus mampu mengembalikan citra ke-Islaman kita dengan penuh percaya dan keyakinan diri, dan juga harus mampu mengambil sikap yang selektif, bijak dan arif terhadap peradaban barat, dan harus tegas dan jujur. Karena itu, ketegasan tersebut yaitu jika terdapat kebaikan (positif) pada peradaban barat, maka sebenarnya hal itu telah ada dalam ajaran Islam, dan jika terdapat kejelekan maka hal itu dilarang dalam ajaran Islam, dan sebenarnya umat ini tidak perlu mengimpor budaya dan peradaban barat, dan tidak perlu mengemis, sesungguhnya umat ini kaya dan cukup. Orang yang cukup dilarang mengemis, mengapa umat ini harus mengemis kepada orang lain (barat) padahal ALLOH dan RasulNYA telah mencukupkan umat ini dengan ajaran Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar