Kamis, 17 Juni 2010

Proses Lahirnya Muhammadiyah di Daerah Malang (II)

Salah satu tokoh pergerakan nasional yang kemudian menjadi Presiden RI yang pertama ialah Ir. Soekarno. Dia tertarik pada salah satu tabligh K.H.A. Dahlan, yang menegaskan bahwa agama Islam itu agama yang sederhana, yang gampang, yang bersih, yang dapat dilakukan oleh semua orang. Agama yang tidak pentalitan, tanpa pentolat-pentolit. Satu agama yang mudah sekali. [11]

Sedangkan intisari keyakinan dan cita-cita Muhammadiyah adalah sebagai berikut : [12]
  1. Muhammadiyah adalah gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

  2. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada nabi penutup Muhammad saw, sebagai hidayah dan rahmah Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup material dan spiritual, duniawi dan ukhrowi.

  3. Muhammadiyah dalam mengamalkan ajaran Islam berdasarkan :
    • Al Qur`an : Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
    • Sunnah Rasul : penjelasan dan pelaksanaan ajaran Al Qur`an yang diberikan oleh Nabi Muhammad saw dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.

  4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang : aqidah, ahlak, ibadah, muammalat duniawiyat.
    • Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam, yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid`ah dan khurofat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
    • Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai ahlaq mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran ciptaan manusia.
    • Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh rasulullah saw tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
    • Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu`ammalat duniawiyat (pengelolaan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan pada ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah swt.
    • Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan .... untuk bersama-sama menjadikan negara yang adil makmur dan diridloi Allah swt. “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghofur”.

Pada waktu itu Bung Karno baru berusia 15 tahun serta indekost dirumah HOS Cokro Aminoto, pada saat itulah beliau bertemu Kyai Dahlan buat pertama kalinya. Beliau mengisahkan sebagai berikut:


...... Pada suatu hari datanglah di Surabaya Alm Kyai Dahlan mengadakan beberapa tabligh, dan tabligh yang pertama yang beliau berikan adalah dekat rumah kami di kampung Peneleh dan saya hadir ditempat itu . dan terus terang, segera saya tertangkap oleh apa yang dikatakn oleh Alm Kyai Dahlan, hingga tadi dikatakan saya menghadiri tabligh-tabligh Kyai Dahlan di lain-lain tempat.dalam seminggu saja, tiga kali di Kota Surabaya, kemudian lain tahun masih beberapa kali lagi dalam suasana demikian ini, suasana mencari, saya sebagai pemuda suasana mencari. Suasana melihat hal-hal itu baru remang-remang, datanglah Kyai Haji Ahmad Dahlan di Surabaya dan memberi tabligh mengenai agama Islam, yang bagi saya berisi regenaration dan rejuvenation dari pada Islam itu. [13]

Apa yang disampaikan K.H.A. Dahlan dan apa yang menjadi cita-cita Muhammadiyah sangat berlainan dengan apa yang dilihat dan dialami Presiden Soekarno pada waktu itu, seperti yang dikatakan beliau :

Tetapi sebagai pemuda, dengan banyak sekali pemuda-pemuda, dengan banyak sekali pemimpin-pemimpin yang tiap-tiap hari membanjiri rumahnya Almarhum Cokroaminoto itu. Melihat dengan jelas, bahwa umat Islam Indonesia sama sekali “jumud”, beku, tertutup oleh bid`ah dan khurafat yang sehebat-hebatnya. Sehingga kadang-kadang kami pun bertanya “inikah Islam ? ... Apakah Islam itu tidak memiliki andreng untuk menjadikan bangsa-bangsa yang menganut agamanya itu menjadi bangsa yang merdeka ? yang berdaulat ? yang makmur ? yang sentosa ? yang pantas dikagumi oleh seluruh umat manusia di muka bumi ini ?”. Nah, suasana yang demikian itulah saudara-saudara, yang meliputi jiwa saya tatkala saya buat pertama kali pertemu dengan K.H.A. Dahlan .... yang memberi pengertian yang lain tentang agama Islam. [14]

K.H.A. Dahlan mengajarkan, bahwa moderenisasi tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan sejalan, yaitu jika ajaran Islam dikembalikan kepada Al Qur`an dan Sunnah Rasul. Lalu penafsirannya disesuaikan dengan jaman. Salah satu usaha untuk memajukan Islam ialah melalui pendidikan sistem yang baru, yaitu melalui sekolah. Justru itu K.H.A. Dahlan aktif sekali mengajarkan agama di sekolah sekolah Belanda, seperti Kweek Skool. Dengan cara ini K.H.A. Dahlan berharap bahwa orang yang terpelajar (intelek) supaya mengerti agama Islam dan sebaliknya para Kyai pandai dalam soal-soal pengetahuan umum. [15] Hasilnya sangat memuaskan, dimana para pemuda pribumi yang sudah mengecap pendidikan barat, kalangan priyayi menjadi salah satu kelompok yang rajin mengunjungi Tabligh K.H.A. Dahlan. Seorang di antaranya adalah pemuda Soekarno (Presiden RI pertama) yang merasa terpukau oleh tabligh-tabligh K.H.A. Dahlan.

Penafsiran Al Qur`an dan Hadits gaya konvensional , diperbaharui dan diubah, misalnya penafsiran dari Hadits yang berbunyi :
“Siapa yang menyerupai suatu kaum, ia termasuk kaum itu”.

Diartikan bahwa segala bentuk yang menyerupai identitas Belanda (kafir) dianggap kafir juga, seperti pakai dasi, celana, sistem sekolah yang memakai bangku dan lain sebagainya, itu ditentang oleh K.H. A. Dahlan. Beliau menafsirkan secara lain, yaitu lebih disesuaikan dengan keadaan jaman yang makin maju. Sistem sekolah lebih efesien dan efektif untuk mengajar agama bila dibandingkan dengan sistem tradisional, maka K.H.A. Dahlan setuju dan meniru sistem sekolah barat. Juga di bidang praktek-praktek keagamaan yang tidak jelas sumbernya dari Al Qur`an dan Hadits, juga diberantas dan dibetulkan. Ternyata K.H.A. Dahlan lebih banyak menggunakan pendekatan-pendekatan intelektual/rasional dalam menjelaskan dan mengajarkan agama Islam. Itulah sebabnya kaum intelaktual banyak yang tertarik pada Muhammadiyah.

Demikianlah sekitar situasi pada saat K.H.A. Dahlan mengembangkan sayap Muhammadiyah di Jawa Timur, khususnya di Surabaya, yang nota bene telah menjadi baro meter kegiatan sosial politik di Jawa Timut, termasuk kegiatan perlunya pembaharuan dan pembangunan umat Islam dalam kaitan skala yang lebih luas, yaitu pergerakan Nasional Indonesia.

Hasil kerja keras yang dilakukan sendiri oleh K.H.A. Dahlan di Jawa Timur antara tahun 1920 – 1922 itu, maka berdirilah cabang dan ranting Muhammadiyah di Ponorogo, Trenggalek, Blitar, Sumberpucung, Kepanjen, Pasuruan, Bangil, Probolinggo, Kaliboto (Jatiroto), Sukodono, Jember, Banyuwangi dan sebagainya.

Dari fakta-fakta ini nampak, bahwa jalur yang dilewati K.H.A. Dahlan dalam mengembangkan Muhammadiyah di Jawa Timur cukup menarik untuk diperhatikan. Pertama, jalur selatan, Ponorogo, Blitar, Sumberpucung, Kepanjen, Jatiroto dan Jember. Media yang digunakan adalah jalur perdagangan, yaitu dagang kain batik. Media ini sangat memudahkan beliau untuk mengadakan pendekatan-pendekatan, karena pedagang-pedagang batik di kota-kota tersebut berasal dari Kota Gede Yogyakarta, yang disamping sudah tahu apa Muhammadiyah, juga sedaerah dengan K.H.A. Dahlan. Dengan demikian keakraban dan persaudaraan dengan mudah dapat dibina sekaligus digunakan ole K.H.A. Dahlan untuk mengenalkan dan menanamkan Muhammadiyah. Kedua, jalur utara, Surabaya, Bangil, Pasuruan, Probolinggo, Banyuwangi. Pada jalur ini K.H.A. Dahlan banyak menggunakan pendekatan intelektual. Hal ini terbukti dengan adanya usaha-usaha K.H.A. Dahlan untuk berdialog dan berargumentasi tentang gerkan pembaharuan Islam dengan Mas Masyur, mendekati kaum intelektual seperti Ir. Soekarno, Cokroaminoto, dan di Bangil berhadapan Dengan Persis. Kemudian tragedi Banyuwangi, juga akibat dialog intelektual dengan tokoh agama Islam setempat.

Kota Malang berada di tengah-tengan dua jalur tersebut, dan bahkan setiap K.H.A. Dahlan pulang dari Tabligh di bagian timur Jawa ini, selalu lewat jalur selatan dan boleh dipastikan singgah di kepanjen dahulu, yaitu di rumah Bapak Soerodji (pedagang batik di Kepanjen) [16]Sebelum berkenalan dengan K.H.A. Dahlan, Pak Soeradji belum kenal Muhammadiyah. Dia mendirikan Muhammadiyah cabang Kepanjen pada tanggal 21 Desember 1921 dengan surat ketetapan dari Hoofbertuur Muhammadiyah Jogyakarta No.:7 yang ditandatangani oleh Kyai Dahlan sebagai presiden dan H. Fachruddin sebagi sekretaris. Adapun susunan pengurus Muhammadiyah Cabang Kepanjen yang pertama adalah:

Ketua : H.M. Akuwan

Pemuka Muda : Mc. Suratin

Juru Surat I : M. Marto Utomo

Juru Surat II : M. Abd. Muchtar

Juru Periksa : M. Saerodji

M. Notodiharjo

H. Nursyahid

R. Mattazis

M. Karmo

R. Abdullah Asfari

Adapun pengurus Aisyiyyahnya pada waktu itu adalah sebagai berikut:

Pemuka : B. H.M. Akuwan

Juru Surat : S. Mujayanah

Juru Uang : B. M. Munadji

Juru Periksa : M. Ngasirah

M. Ngarifah

M. Laminten

M. Lasminah

B. Sarwo

B. M. Edris

B. Muskinah [17]

Bersambung ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar