Jumat, 24 Desember 2010

Muhasabah

Oleh: Nurdin Hasan

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
(18) Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
[QS. al-Hasyr (59): 18]
Ayat ini dengan tegas menjelaskan kepada orang yang beriman kepada Allah agar mempunyai langkah antisipatif terhadap kemungkinan apa yang bakal terjadi besok, dapat memprediksi bahkan mempersiapkan hari esok lebih baik, dinamis, lebih mapan, lebih produktif, dari hari ini. Singkatnya, ada perbedaan prestasi dari hari kemarin.

Hari demi hari berlalu, demikian juga minggu demi minggu, bulan dan tahun, baik sebagai individu maupun masyarakat, dalam hari-hari yang berlalu itu, senantiasa mengisi lembaran-lembaran baru pada tahun berikutnya. Lembaran-lembaran itu adalah sejarah hidup kita secara rinci, dan itulah kelak akan disodorkan kepada kita sebagai individu dan masyarakat untuk dibaca dan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT (pada hari kemudian nanti).

Sekarang kita telah meninggalkan tahun 1431 H dan memasuki tahun baru Hijriyah 1432, demikian juga tahun masehi 2010 akan memasuki tahun baru masehi 2011. Setiap akhir tahun dan pergantian tahun bagi kehidupan manusia memiliki makna yang sangat mendalam. Kedalaman makna itu dapat dirasakan setiap manusia itu sendiri oleh karena itu hidup manusia secara pribadi pasti akan berkurang sesuai dengan jatah yang diberikan Allah kepada manusia. Untuk itu manusia sangat perlu sekali melakukan perenungan (tafakur) terhadap diri sendiri terhadap perjalanan hidup ini dan melakukan intropeksi (muhasabah) terhadap diri sendiri apakah posisi kita itu berada pada keberuntungan atau sama seperti tahun lalu, atau kita rugi. Jika kita beruntung tentu perlu ada upaya mempertahankan keberuntungan itu sampai tahun depan, jika kita sama maka kita harus berusaha untuk meningkatkan amal kita untuk tahun depan, jika perjalanan hidupnya itu mengalami kerugian maka pengalaman itu menjadi perjalanan untuk meningkatkan kualitas amal, Iman, dan Taqwa kita agar lebih baik dari hari-hari sebelumnya.

Rasulullah bersabda:
"Barang siapa keadaan hari ini lebih baik dari pada hari kemarin maka is beruntung, barang siapa keadaan hari ini sama dengan hari kemarin dia tertipu, dan barang siapa keadaan -hari ini lebih jelek dari hari kemarain berarti dia terfaknat."
(HR. Bukhari).

Manusia yang beruntung adalah manusia yang tahu diri, tahu kemampuan yang ada padaya, tahu perhitungannya mengetahui posisinya dan kedudukan pribadinya dalam interaksi lingkungannya. jika kita kaji lebih dalam, hadis ini merupakan simbol ukhuwah di antara umat Islam dari beraneka struktur masyarakat yang ada, semua lapisan masyarakat, dengan tanpa memandang status sosialnya, bisa memberikan manfaat pada orang lain dengan potensi yang dimilikinya. Sebagai makhluk yang mulia kita perlu merenung, bahwa hidup di dunia ini sangat singkat, sedang kehidupan yang sesungguhnya adalah di akhirat kelak yang kekal abadi. Nabi pernah menerangkan bahwa yang disebut orang kaya bukanlah orang yang berlimpah hartanya, tetapi kaya yang sesungguhnya adalah kaya jiwa. Di sinilah sering kita tidak memahami betapa banyak orang kaya harta tetapi jauh dari kebahagiaan.

Kesadaran dan pengawasan Allah SWT mendorong seorang mukmin untuk melakukan muhasabah (perhitungan) evaluasi terhadap amal perbuatan, tingkah laku, sikap, hatinya sendiri, dalam hal ini Muraqobah berfungsi sebagai jalan menuju muhasabah. Muhasabah dapat dilakukan sebelum dan sesudah amal. Sebelum melakukan sesuatu seorang harus menghitung dan mempertimbangkan terlebih dahulu buruk baik dan manfaatnya dan mudharatnya. Salah satu cara yang kita lakukan untuk bisa memantapkan ketakwaan kita kepada Allah SWT adalah dengan mengevaluasi diri, mengevaluasi apakah amal kita lebih banyak bernilai ibadah atau tidak? Apakah banyak berbuat dosa atau berbuat amal sholeh?.

Hidup di dunia merupakan ujian dan cobaan dan akan dinilai oleh Allah siapakah yang lebih baik amalnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُور
(2) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,
[QS. al-Mulk (67): 2]
Hidup didunia merupakan ujian dan upaya mendapatkan bekal sebanyak­banyaknya bagi kehidupan diakhirat yang bahagia. Oleh karena itu, melakukan perhitungan prestasi amaliah kita merupakan sesuatu yang sangat penting sehingga Rasulullah mengingatkan kepada kita sekalian dengan hadisnya:
"Berbahagialah orang yang senantiasa mencari aib dirinya dari pada mencari aib orang lain"
(HR. Fidaus dari Anas).
Dalam soal apa saja yang kita lakukan dalam menghisab diri pasti akan kita pertanggungjawabkan kepada Allah SWT pada hari kiamat kelak. Apabila hal itu dapat kita pertanggungjawabkan maka bahagialah kita pada kehidupan Akhirat, demikian sebaliknya jika amal yang kita lakukan di dunia tidak bisa kita pertanggungjawabakan, maka menderitalah hidup kita di akhirat kelak. Dalam satu hadis Rasulullah saw menyebutkan tidak beranjak seseorang hamba dari tempat berdirinya pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara
"umurnya untuk apa dihabiskan, ilmunya apakah sudah diamalkan, dan hartanya dari mana diperoleh dan kemana di belanjakan, dan badannya atau kesehatannya untuk apa dipergunakan"
(HR. Tabrani).
Mengingatkan empat hal yang harus dipertanggunjawabkan di hadapan ALLOH SWT pada hari kiamat, maka muhasabah adalah suatu hal yang penting dalam hidup ini. Muhasabah sesudah amal ada 3 macam:
Pertama: Muhasabah hak Allah swt, yaitu tentang keikhlasannya beramal karena Allah, kesesuaian amalannya dengan petunjuk Rasul, sikap ihsannya dalam beramal, dan lain sebagainya.
Kedua: Muhasabah terhadap amalan yang akan lebih baik tidak dilakukan dari pada melakukannya, karena kalau dilakukan akan menimbulkan kemurkaan Allah swt.
Ketiga: Muhasabah terhadap amalan atau kebiasaannya, mengapa dilakukan? Apakah karena menginginkan ridha Allah dan Akhiratnya? Jika memang mencari ridha Allah tentu dia beruntung jika tidak dia akan merugi.

Bila dilihat dari manfaatnya, maka muhasabah mempunyai manfaat sebagai berikut:
Pertama, untuk mengetahui kelemahan diri supaya dia dapat memperbaiki. Orang yang tidak mengetahui kelemahan dirinya sendiri, maka dia tidak akan memperbaiki.
Kedua, untuk mengetahui hak Allah swt. Orang yang tidak mengetahui hak Allah, ibadahnya tidak akan bermanfaat banyak bagi dirinya.
Ketiga untuk mengurangi beban hisab esok hari. Orang yang sudah dihisab hari ini akan amen dari hisab hari esok. Sebagaimana pesan Umar Bin Khattaab r.a:
"Timbanglah dirimu sebelum kamu ditimbang kelak. Karena sesungguhnya akan ringan bagimu menghadapi hisab hari esok hari bile kamu telah menghisabnya hari ini. Berhiaslah kamu untuk hari "pameran besar" dimana pada had itu dirimu akan dipamerkan tanpa ada yang tersembunyi.
(kuliah Akhlak, Yunahar Ilyas 2001. 256-57)
Demikian jugs Allah SWT berfirman,
يَوْمَ يَجْمَعُكُمْ لِيَوْمِ الْجَمْعِ ۖ ذَٰلِكَ يَوْمُ التَّغَابُنِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيم
(9) (Ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan beramal saleh, niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.
[QS at-Taghabun (64): 9]

Wallahu a'lamu bish-showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar