Rabu, 28 April 2010

Ibadah Tak Boleh Lepas dari Prinsip


Sejumlah 200 orang dosen dan karyawan mengikuti pengajian rutin yang kembali digelar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (24/4). Dalam kesempatan kali ini Muhammad Muqodas dari PP Muhammadiyah, hadir sebagai penceramah dengan membawakan tema ibadah.

Buya Syafii Dorong Kebebasan Berpikir


Diskusi berkala “Muhammadiyah Update” yang diselenggarakan Pusta Studi Islam dan Filsafat (PSIF) UMM, Sabtu (24/04), menghadirkan mantan ketua PP Muhammadiyah, Prof. Dr. A. Syafii Maarif, MA dan guru besar FISIP UMM, Prof. Dr. M. Mas’ud Said, MM. Kali ini tema yang dibahas adalah Muhammadiyah dan Masa Depan Intelektualisme Islam di Indonesia. Diskusi yang diikuti sekitar 90 peserta aktif itu hangat karena terdapat perbedaan tajam di antara peserta tentang terminologi pluralisme.

Sabtu, 24 April 2010

Profil Wanita Dulu dan Kini Dalam Pandangan Islam

Oleh: Hafidz, S.Pd.

لِّلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَن يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَن يَشَاءُ الذُّكُورَ

Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki,
[QS asy-Syura (42): 49]

Bicara masalh manusia, tidak lepas dari dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan, Islam dalam masalah ini tidak pernah membedakan keduanya, baik hal hukum, ibadah, mu'amalah, beramal, beriman dan lainnya, selama tidak keluar dari fitrah (kodrat) kewanitaan dan kelelakiannya, keduanya diciptakan oleh ALLOH sama seperti penciptaan siang dan malam, antara yang satu dengan yang lain saling melengkapi, sehingga menjadi sempurna.

Setiap tahun, pada tanggal 21 April, bangsa Indonesia selalu memperingati Hari Kartini, sebagai langkah awal kaum wanita maju selangkah dan menghilangkan beribu-ribu langkah untuk beremansipasi, serta meninggalkan catatan sejarah terpuruk yang pernah dialami oleh kaum wanita.

Masa Dahulu
Pada masa sebelum Islam datang (Jahiliyah) wanita adalah, manusia yang paling dirugikan di dunia. Betapa tidak! Eksistensi wanita pada saat itu tidak bedanya dengan barang dagangan yang dapat diperjual-belikan, dan mereka layaknya binatang ternak, bahkan ironisnya anak kandung laki-laki mewarisi (mengganti) posisi ayah yang telah meninggal, dan anak tersebut dapat berbuat apa saja terhadap ibu kandungnya sendiri, apakah dengan mengawininya, atau membiarkan sampai ia memerdekakan dirinya sendiri dengan membayar upeti (tebusan) kepada anak laki-lakinya. Kemudian Islam datang, perubahan salah satunya ialah mengangkat harkat dan martabat kaum wanita yang telah mengalami penderitaan lahir batin, serta hak-haknya, disebabkan oleh berkembangnya budaya yang tidak manusiawi pada masa itu.

Pada masa dulu, wanita tidak ada hak sama sekali dalam hal waris mewaris, karena menurut pandangan mereka, orang yang berhak mewarisi harta hanya orang yang bisa mengangkat senjata untuk membela sukunya, pandai menunggangi kuda, piawai dalam memainkan pedang yang notabene-nya hal itu tidak dapat dilakukan oleh kaum wanita. Betapa mulianya ajaran Islam yang dapat menyelamatkan kaum wanita di tengah-tengah pelecehan direndahkan oleh kaum lelaki.

Oleh sebab itu, menurut catatan sejarah, bahwa laki-laki zaman jahiliyah tidak apresiatif terhadap kelahiran anak perempuan. Ketika anak yang lahir perempuan maka mereka berkomentar; bagaimanapun juga punya anak perempuan tidak sama dengan anak laki-laki. Bahkan al-Qur'an telah mencatat kemurkaan mereka ketika anak yang dilahirkan adalah perempuan. Firman ALLOH SWT:

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِالْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ
يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.
Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.
[QS an-Nahl (16): 58-59]

Inilah sikap orang-orang masa jahiliyah dahulu, kalaupun pada masa sekarang masih ada yang memegang kepercayaan bathil tersebut, maka ia akan memiliki nasib yang sama dengan mereka.

Masa Islam
Islam datang untuk mengangkat harkat dan derajat wanita dari perbudakan menuju kemerdekaan, bahkan Islam menganggap kelahiran anak perempuan merupakan Hibatullah (pemberian/anugerah dari ALLOH SWT) yang harus disyukuri dan dipelihara dengan baik (sesuai firman ALLOH dalam asy-Syuraa ayat 49 di atas). Ayat ini mengindikasikan bahwa apa yang telah Dia kehendaki berarti itu yang terbaik untuk hambaNYA, jadi tidak perlu dirisaukan apakah anak itu lahir dengan jenis kelamin laki-laki atau perempuan, hakikatnya di hadapan ALLOH semua sama tergantung bagaimana kita menerimanya.

Bahkan, Islam memandang, dalam pendidikan kalau perlu anak perempuan justru lebih diperhatikan dari pada anak laki-laki, karena dengan kelembutan dan ketulusan seorang perempuan dapat mengantarkan seseorang ke surga, karena Islam telah mengangkat harkat dan martabat seorang perempuan sebagai Ibu, Istri dan anak, dan dalam Islam melarang seorang laki-laki memperlakukan seorang perempuan dengan sewenang-wenang, misalnya: pendidikan perempuan cukup sampai di sini, harus menikah dengan laki-laki ini dan sebagainya. Tidak demikian, akan tetatpi perempuan juga bisa menolak, jika oleh sang ayah mau dinikahkan dengan laki-laki yang tidak ia kehendaki, karena suatu hal, dan ayah tidak boleh takallaful iradah (memaksakan kehendak).

Masa modern seperti sekarang sudah tidak zamannya lagi seorang anak dipaksa-paksa, karena secara fitrah mereka punya kebebasan memilah dan memilih apa yang diinginkan dalam rangka mencapai masa depan yang cemerlang, karena merekalah yang akan menjalani dan mereka pula yang tahu apa yang baik dilakukan, hal ini pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW, bahwa pada suatu hari seorang wanita datang kepada Rasul seraya berkata: "Sesungguhnya ayahku telah menikahkan saya dengan anak laki-laki saudaranya (keponakan/sepupu putrinya), hal itu dimaksudkan untuk mengangkat derajatnya." Pada riwayat lain bahwa wanita itu tidak mencintai/menyukai laki-laki tersebut, lalu menyerahkan keputusan itu kepada wanita itu dan wanita itu berkata: "Sesungguhnya saya telah menyerahkan hal keputusan pada ayah, akan tetapi hal itu saya maksudkan untuk menginformasikan kepada para wanita bahwa seorang ayah tidak punya hak sama sekali untuk memaksa anak perempuannya." (HR. Ibnu Majah, Bab Nikah, No. 1874). Jadi, orang tua sebagai pijakan dan kontrol saja, bukan pengambil keputusan, lagi pula sekarang kan bukan zamannya Siti Nurbaya yang semua orang tahu ceritanya, yang penting tidak menyalahi ajaran Islam, khususnya agama calon pendamping hidupnya jelas dan memiliki iman yang kuat. Islam dalam masalah ini, memperhatikan dan memelihara hak-hak wanita dalam aspek kehidupan.

Masa Kini
Di zaman yang modern ini, kecenderungan wanita terbagi dalam dua friksi (kelompok) yang bertolak belakang, tapi sama-sama ekstrim, friksi (kelompok) pertama mereka (para wanita) cenderung eksklusif, menutup diri dari pergaulan dan pengaruh eksternal, sehingga mengabaikan aspek sosial yang semestinya harus dilakukan, karena ajaran Islam universal dan fleksibel. Sedangkan friksi (kelompok) kedua, mereka cenderung transparan dan layaknya go public membuka pintu lebar-lebar sampai di luar batas (kekurang ajaran dan kekurang wajaran) yang disebabkan mereka tkalid buta menyadap apa yang datang dari budaya barat, misalnya: dari segi pakaian terbukti bahwa masa sekarang banyak kaum muslimah yang tidak punya malu, berpakaian tapi telanjang. Kebiasaan semacam ini merupakan budaya barat yang memang tidak punya malu, (dan itu biasa), karena menurut mereka hal semacam itu wajar karena tidak mengenal aurat (anggota tubuh yang harus ditutupi), akan tetapi untuk bangsa kita, hal semacam itu bukan wajar, tapi kurang ajar! Coba kita saksikan di televisi, maal, kampus dan pusat perbelanjaan lainnya, ini baru dari sisi pakaian, belum yang lainnnya, ini baru dari sisi pakaian, belum yang lain-lain, Inna lillahi wa inna ilaihi raaji'uun, Subhanallah!

Oleh sebab itu, mari kita kuatkan kesadaran Islamiyah modern (as-sahwal islamiyatil mu'asyirah) khususnya para wanita muslimah ke depan (di masa yang akan datang) harus mampu mengembalikan citra ke-Islaman kita dengan penuh percaya dan keyakinan diri, dan juga harus mampu mengambil sikap yang selektif, bijak dan arif terhadap peradaban barat, dan harus tegas dan jujur. Karena itu, ketegasan tersebut yaitu jika terdapat kebaikan (positif) pada peradaban barat, maka sebenarnya hal itu telah ada dalam ajaran Islam, dan jika terdapat kejelekan maka hal itu dilarang dalam ajaran Islam, dan sebenarnya umat ini tidak perlu mengimpor budaya dan peradaban barat, dan tidak perlu mengemis, sesungguhnya umat ini kaya dan cukup. Orang yang cukup dilarang mengemis, mengapa umat ini harus mengemis kepada orang lain (barat) padahal ALLOH dan RasulNYA telah mencukupkan umat ini dengan ajaran Islam.

Jumat, 23 April 2010

Undangan Pengajian Umum

HADIRI dan IKUTI

Pengajian umum, pada:


Hari / Tanggal:
Ahad, 25 April 2010

Waktu:
05.30 WIB

Tempat:
Masjid Manarul Islam
Jl. D. Bratan Raya Sawojajar Malang

Pembicara:
Drs. H. Muhammad Muqaddas, LC, M.Ag.
Wakil Ketua PP Muhammadiyah

Sabtu, 17 April 2010

Metode Dakwah, Menguatkan Organisasi dan Mengembangkan Jaringan Dakwah (Manajemen Dakwah) di Era Global

Oleh: Drs. H. Moh. Nasikh, M.Si.

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
[QS an-Nahl (16): 125]

Muqaddimah\
Dalam rangka untuk mengembangkan jaringan dakwah kebenaran (dakwatul haq) atau sesuai dengan jalan ALLOH, maka bagi pelaku atau pelaksana dakwah (dai) harus banyak memahami kunci-kunci dasar metode dakwah yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan dunia global yang semakin kompleks dan menuntut kemajuan dalm berbagai bidang penanganan (garapan) terurama yang berkaitan dengan dakwah modern (dakwatul waaqi'). Dia harus memahami bahwa kunci keberhasilan dakwah banyak ditentukan oleh persiapan yang matang, kualitas pelaku atau pelksana dakwah, input (masukan) yang dijadikan masukan dakwah, proses yang sedang dilakukan dan persepsinya tentang output (keluaran) atau ukuran-ukuran (indikator-indikator) yang dapat dipakai untuk menentukan keberhasilan dakwah.

Disamping dia harus memahami metode dakwah yang benar di atas, maka target dakwah, persepsi dakwah, subjek dakwah, sifat-sifat dasar yang harus dimiliki pendakwah, karakteristik pendakwah, keterampilan pendakwah, karakteristik pendakwah, keterampilan pendakwah, objek (sasaran) dakwah, target tarbiyah (pendidikan) dakwah, kode etik dakwah, taktik dakwah dan sebagainya harus juga dipahami dan dimengerti dengan baik. Semua itu tidak akan dibahas di sini, tapi hanya ditekankan pada metode dakwah yang tepat saja yang sesuai dengan kebutuhan dunia global sekarang.

Globalisasi Informasi
Dunia global yang membawa dampak positif dan negatifnya sendiri harus dihadapi dengan segala macam kensekuensi oleh pelaku dakwah (dai) dengan menampilkan metode dakwah yang tepat, efisien, efektif dan produktif, bila tidak ingin dakwahnya terkubur hidup-hidup, atau tersisihkan dari kancah kehidupan atau tercibirkan oleh orang lain, bahkan tidak mendapatkan tanggapan sama sekali dari objek dakwah (mad'u).

Bila ingin survive (langgeng) dan mengalami kemajuan atau perkembangan yang pesat, maka pendakwah aharus mampu menghadapi segala kemungkinan yang terjelek sekalipun yang terjadi di era global saat ini. Dunia yang pada awalnya luas dan besar, sekarang telah menjadi sempit dan kecil seakan seperti sebuah desa kecil (small village) karena terkontraksi atau termampatkan oleh adanya teknologi informasi yang cepat.

Globalisasi informasi yang begitu cepat ini membawa kemajuan yang luar biasa dalam semua bidang kehidupan dan juga sekaligus membawa dampak negatifnyatersendiri, atau ada pula yang mengarah pada hal-hal yang positif dan ada pula yang negatif. Di antara hal-hal yang positif itu antara lain, orang cenderung berfikir rasional dan pragmatis, atau lebih cenderung memikirkan pada efisiensi, efektifitas, dan produktifitas, terutama dalam penggunaan waktu dengan sebaik-baiknya.

Namun, dibalik itu, ada hal-hal negatif sebagai dampak globalisasi informasi yang memerlukan penanganan dakwah secara terencana dengan baik, misalnya pergaulan muda-mudi (pacaran) yang semakin tambah bebas (tanpa batas), sampai pada hubungan di luar negeri, hetero sex (ganti-ganti pasangan); dan banyak di antara mereka yang etrejebak dengan perangkap syaitan berupa zina, mulai dari sekedar KNP (kissing, necking, petting) sampai free sex (sex bebas), ikhtilat (campur baur), khalwat (berduaan), tersebar dan meluasnya pornografi dan pornoaksi di berbagai media massa (cetak, elektronik, visual, audio visual), sinema, sinetron, dan striptease (penari bugil), dan sebagainya. Semua itu jelas-jelas membawa misi iblis (abolisme) dan jelas membawa dampak pada rusaknya norma dan etika di tengah-tengah masyarakat. Padahal ALLOH SWT sangat melarang perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada (pendekatan) perzinaan. Mendekati saja sudah dilarang, apalagi melakukannya. (QS al-Isra' (17): 32).

Sebab-sebab Deviant Culture
Budaya informasi yang demikian merusak telah meracuni sebagian besar generasi bangsa ini di masa kini dan di masa yang akan datang dengan mudah terpengaruhnya mereka oleh deviant culture (budaya yang menyimpang) dari budaya yang baik, yang mengakibatkan tindakan-tindakan yang bersifat anomali (penyimpangan) sosial.

Penyebab-penyebab penyimpangan ini kurang lebihnya disebabkan karena kurangnya berfikir secara proporsional, lemahnya pemahaman dan aplikasi terhadap nilai-nilai dan norma-norma Islam, vulgaritas media informasi elktronik, seperti TV, komputer, internet, audio visual dan sebagainya serta minimnya filter bagi para pelaku media-media tersebut, sehingga banyak pornoaksi dan pornografi yang lolos sensor bertebaran di tengah-tengah masyarakat. Di samping itu juga karena masyarakat kita masih lebih suka meniru (demostration effects), lebih suka mengekor ke barat (westernisasi) terutama dalamhal budaya, kurangnya ketegasan atau niat baik (good will) atau keinginan politik (political will) dari para pengambil kebijakan.

Masih banyak lagi sebab yang lain, antara lain, masyarakat kita lebih suka mengadopsi gaya hidup modern yang lebih menonjolkan paham-paham sekularistik, materialistik, liberalistik, hedonistik, kapitalistik, dan sebagainya, sehingga ummat semakin jauh dari kehidupan yang semestinya dan sebenarnya sesuai dengan harapan dan kehendak ALLOH SWT. Tidak sekedar adab dan sopan santun, banyak para remaja atau orang dewasa dalam masyarakat kita sudah kurang memperhatikan adab dan kesopanan, mereka mulai berani membuka aurat, sampai pada pada cara makan secara bebas seperti binatang. (QS. Muhammad (47): 12), termasuk juga budaya yang permisif (serba boleh) sebagai bagian dari gaya hidup kesehariannya.

Metode yang Tepat
Dengan berangkat dari pemikiran di atas, maka tanggung jawab para pelaku dakwah atau pelaksana dakwah adalah bagaimana mampu menerapkan metode dakwah yang tepat sesuai dengan kebutuhan dari sasaran dakwah yang banyak menyimpang di atas. Metode dakwah adalah cara-acara yang digunakan atau diterapkan dalam proses dakwah agar sasaran dakwah (mad'u) dapat dicapai dengan hasil yang baik dari kebutuhan-kebutuhan dan permasalahan-permasalahan mereka, dan dapat terjadinya satu proses tranformastional (yang terkait dengan perubahan) diri sesuai dengan cara kenabian (propetik) yaitu dari kondisi kegelapan (dhulumat) kepada kondisi terang (hidayah). Maka cara-cara tersebut tidak dapat lepas dengan dasar al-Qur'an surat an-Nahl ayat 125 yang apabila diringkas adalah sebagai berikut:
  1. Pelaksana dakwah (dai) harus mampu mempergunakan ilmu dan metode yang tepat (artinya secara bijaksana = bil hikmah), dengan menggunakan pelajaran yang baik dan tepat (mau'idhoh hasanah), dan dengan ber-hujjah / berargumentasi / berdiskusi / berdebat secara baik pula mujadalah billati hiya ahsan)

  2. Di samping itu, pelaku dakwah harus mengembangkan organisasi dakwah modern, karena dalam berdakwah ini tidak bisa berdiri sendiri, tanpa bantuan teknologi dan informasi serta orang lain. Organisasi ini haru didirikan dalam rangka untuk menguatkan perkembangan dakwah di masa yang akan datang. Penguatan organisasi ini adalah dalam upaya untuk selalu meningkatkan spirit of change (semangat perubahan menuju yang lebih baik) agar organisasi dakwah dapat mengalami kemajuan dan perkembangan yang signifikan (berarti) di masa yang akan datang.

    Di antara faktor-faktor yang harus dikembangkan oleh pelaku dakwah agar organisasi dakwah semakin mengalami kemajuan adalah antara lain dengan menggunakan faktor-faktor produksi manajemen dakwah, yaitu: men (SDM) yang mempunyai kemampuan dan keterampilan yang mumpuni dalam bidang dakwah, material (bahan baku atau calon SDM) yang siap bekerja dan berdakwah untuk dicetak sebagai pelaku-pelaku dakwah juga harus mempunyai kualitas yang diharapkan, machine (mesin atau peralatan) yang sesuai dengan kebutuhan atau yang canggih berupa teknologi informasi internet dan sebagainya juga harus dipersiapkan untuk proses transformasi di atas, method (metode) yang digunakan juga tepat sesuai dengan waktu/kapan, siapa, di mana/tempat, dan sasaran, money (uang atau modal) yang digunakan untuk pengembangan efek kelipatan (multiplier effect) jumlah sasaran dakwah yang semakin maju dan bertambah di masa yang akan datang juga sangat diperlukan, dan yang terakhir adalah market (pasar) yang digunakan sebagai tempat pelemparan kader-kader dakwah yang mumpuni juga tersedia dan betul-betul sangat kondusif untuk mengembangkan dakwah di masa yang akan datang.

  3. Setelah menerapkan upaya penguatan organisasi dakwah modern tersebut, maka target berikutnya adalah mengembangkan jaringan dakwah modern sebagai upaya untuk memajukan dakwah di tengah-tengah ummat dengan cara memperluas simpul-simpul sambungan dakwah, sehingga dakwah semakin mengalami kemajuan dan perkembangan.

    Langkah yang dapat ditempuh dalam hal ini antara lain dengan jalan mempersiapkan para pelaku dakwah dari kalangan kampus yang berdakwah dalam lingkungan intern kampus, maupun dari kalangan luar kampus (kiai, ustadz, muballigh) yang akan terjun di tengah-tengah masyarakat. Keduanya harus selalu ada komunikasi, koordinasi dan konsolidasi yang baik.

    Perlu juga adanya koordinasi dengan lembaga-lembaga dakwah yang ada di masyarakatseperti masyarakat pesantern, pegawai, buruh, petani, akdemisi, politisi, pengusaha dan sebagainya. Perlu dibina hubungan yang akrab antarakampus sebagai pusan pendidikan dan pembinaan (trbiyah) dengan para kiai, muballigh, dai serta pondok pesantren dalam rangka keterpaduan dakwah.

    Perlu juga dipetakan dari sasaran dakwah dengan penggolongan 4 kriteria, misalnya: yang diharapkan sebagai pendukung, yang diharapkan sebagai simpatisan, yang diharapkan sebagai penggembira, dan yang masih dianggap di luar pagar.

    Perlu dikembangkan model dakwah terpadu dengan menggunakan basis teknologi informasi (TI) dalam rangka pengabdian kepada masyarakat dari pusat-pusat dakwah dalam pengertian secara luas, seperti: stasiun radion, stasiun TV, pusat bisnis Islami, Markaz Islami atau market Islami, entertain Islami, dan sebagainya yang semua itu untuk mewujudkan dakwah yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan di era global di masa sekarang ini.

    Pendekatan dakwah hendaknya tetap merupakan pendekatan ilmiah yang rasional


Khatimah
Ada tiga bentuk dakwah yang mesti harus dilakukan oleh organisasi dakwah modern saat ini adalah: (1) amar ma'ruf nahi munkar atau yang menjelaskan antara yang benar dan yang salah, halal dan haram sesuai dengan syari'at atau nilai Islam; (2) Meringankan beban penderitaan masyarakat yang menjadi sasaran dakwah dengan cara membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan mereka; (3) Melepaskan ummat dari belenggu-belenggu yang menghantuinya.

Dengan ketiga bentuk dakwah tersebut, maka diharapkan akan terjadi penyadaran (consciousness) objek da'wah dari kondisi yang tidak baik menuju kondisi yang lebih baik atau mengalami proses transformasi (perubahan) diri menjadi ummatan wasathon, atau ummat yang berperadaban, atau ummat yang mulia, atau khaira ummah.

Wallahu 'alamu bish-shawwab.

Kamis, 15 April 2010

Rektor UMM: Bunga Bank Beda dengan Riba

MALANG--Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Muhadjir Effendy, mengungkapkan persoalan bunga bank sebenarnya masih belum menemui keputusan final dari Majelis Tarjih. Soal haram-halal bunga bank itu akan diserahkan lagi pada PP Muhammadiyah untuk dibahas di Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta mendatang.

Menurut Muhadji, bunga bank tidak sama dengan riba. ‘’Saya sendiri tidak setuju kalau bunga bank itu diputuskan haram. Sebab, antara bunga bank dan riba itu beda,’’ jelasnya di Malang.

Reorganisasi Muhammadiyah

MALANG, KOMPAS - Pengorganisasian unit-unit amal usaha dalam bentuk sarana pendidikan dan kesehatan di lingkungan organisasi Muhammadiyah menuntut pembaruan penyelenggaraan, yang membuatnya lebih terpusat, lebih terorganisasi. Reorganisasi itu ringkasnya disebut Muhammadiyah Incorporated.

Tujuannya, selain menjawab kendala perubahan kultur yang amat kompetitif dibanding era KH Ahmad Dahlan seabad lalu, juga akan bisa membuat Muhammadiyah jadi kekuatan sosial yang menentukan.

Selasa, 13 April 2010

Warga Miskin Tetap Banyak

Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pengurus Pusat Muhammadiyah Dr Anwar Abas MA mengemukakan, setelah seabad Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan memfasilitasi orang miskin dengan sarana pendidikan dan kesehatan, ternyata jumlah orang miskin tetap saja banyak. Ia menyampaikan hal itu, Jumat (9/4), dalam Lokakarya Pra-Muktamar Muhammadiyah, Forum Dekan Fakultas Ekonomi Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia di Malang. Pengelolaan kelembagaan pendidikan dan kesehatan Muhammadiyah tersebut, kata Anwar, memerlukan konsep baru yang disebut Muhammadiyah Incorporated, demi mencegah lembaga-lembaga mengalami "ketergadaian" karena tuntutan dan iklim zaman. (ODY)

Sumber:
Kompas Online
cetak dot kompas dot com/read/xml/2010/04/12/15505069/malang.raya

Sabtu, 10 April 2010

Dakwah Antara Robbaniyah dan Ashobiyah Di Tengah Gerakan Islam

Oleh: H. Anas Yusuf

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
[QS an-Nahl (16): 125]

Pada dasarnya tujuan dakwah Islam adalah mengadakan perombakan (inqilab) dalam diri, keluarga, masyarakat dan ummat secara luas. Perubahan dan perombakan yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang lebih baik (islah) dalam seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, akhlak, ibadah, pendidikan, sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya, perombakan yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju benderangnya Islam, dari ketundukan kepada manusia menuju kepada penghambaan tanya kepada Allah Robbul 'Alamin.

Fenomena saat ini dalam dinamika dakwah muncul istilah dakwah ashobiyah dan dakwah Robbaniyah di tengah-tengah menjamurnya berdirinya harokah (gerakan) ISLAM TRANSNASIONAL di Indonesia, dimana masing-masing mempunyai kepentingan mendominasi dan perebutan obyek dakwah. Disinilah mereka mencoba mendoktrin dan mendakwahkan kepada anggotanya atau kadernya antara dakwah Ashobiyah dan Robbaniyah. Yang seharusnya mereka para da'i atau penyeru dakwah tersebut menyampaikan Islam qobla jama'ah artinya Memberikan dan menyampaikan pemahaman dan pengertian Islam secara syumulia, komprehensif, integral dan menyeluruh bukan sepotong-potong, setengah-setengah, parsial (jusiyah) sebelum doktrin jama'ahnya, kelompoknya, hizbiyahnya, partainya dan inilah bahayanya bila dakwah ashobiyah dibiarkan.

DAKWAH ROBBANIYAH
Yang dimaksud dengan dakwah Robbaniyah adalah sebuah ajakan dan seruan dakwahnya kepada seluruh aktivis dakwah atau obyek dakwah harus bersumber dari Tuhannya (Robb) betul- betul syar'i dan tidak ada yang menyimpang dari Al-Qur'an dan As- Sunnah. Bukan dakwah 'alaiyah (kepadaku) bukan untuk membesarkan aku, figuritas yang berakibat kultur individu juga bukan dakwah 'alaina (kepada golongan kami) yaitu membesarkan dan membanggakan golongan kami. Dakwah 'alaina akan menimbulkan tafarruk (perpecahan) dan ta'ashub (fanatik golongan).

Jadi dakwah Robbani adalah seruan dan ajakan menuju mardhotillah (dakwah Ilallah). Dan gerakan dakwah Islam atau Robbaniyah itu sendiri sebuah gerakan dakwah, dan tarbiyah baik pendidikan pribadi, keluarga dan masyarakat yang bersifat alamiyah (global), gerakan realistik (waqi'iyah) dan syamiliyah yaitu mencakup segala aspek kehidupan manusia, tidak ada satupun yang luput dari aturan (nidhom) Islam.

DAKWAH ASHOBIYAH
Ashobiyah atau kecintaan kepada golongannya, kaumnya, hizbnya partainya adalah fenomena yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya dalam hidup ini, apalagi di tengah-tengah menjamur dan tumbuh suburnya gerakan Islam transnational seperti gerakan dakwah dan politik Ikhwanul Muslimin dengan gerakan tarbiyahnya, Hizbut Tahrir dengan gerakan dakwah dan politik Khilafanya, Salafi dengan gerakan dakwah kembali pada autentik atau keaslian Qur'an dan Sunnahnya menurut pemahaman mereka, Salafi Jihadiyah dengan gerakan dakwah dan jihadnya, Jama'ah Tabligh dengan gerakan dakwah khurujnya dari masjid ke masjid, Majlis Mujahidin atau jama'ah Anshorut Tauhid dengan gerakan dakwah dan jihadnya dan seterusnya.

Fenomena gerakan Islam transnasional tersebut di atas adalah wajar di era euforia reformasi. Akan tetapi jika fenomena itu sudah mengarah kepada kecintaan yang membabi buta (ta'ashob jahiliyah) yang indikasinya nampak ada kebaikan-kebaikan atau kebaikan- kelemahan yang ada pada dirinya dan buta atau acuh tak acuh terhadap kebaikan-kebaikan dan kelebihan pada pihak lain. Yang pada akhirnya mereka setiap golongan, kelompok, firqo, partai dan seterusnya merasa bangga dan superior serta asyik dengan dunianya sendiri dan lupa kepada kepentingan yang lebih luas demi kemaslahatan dakwah ke depan. Dari sekian abad yang lampau Rasulullah SAW sudah memperingatkan dengan keras mengutuk fenomena tersebut sebagaimana dalam sabdanya:


Bukanlah termasuk golonganku, barangsiapa yang mengajak manusia fanatik golongannya.
[HR. Abu Dawud]

Dan di hadits lain beliau bersabda:


"Barang siapa yang berperang dan berjihad karena bendera ashobiyah dan fanatic golongan maka mereka mati dalam keadaan jahiliyah."
[]


DAMPAK PENYAKIT ASHOBIYAH
Penyakit ashobiyah ini sangat di benci oleh Rasulullah SAW. Dan juga konsekuensinya akan melahirkan kemudhorotan dalam kehidupan manusia antara lain, pertama : muncul nya kemaksiatan, dalam sebuah hadits di kisahkan bahwa Rasulullah SAW. Pernah di demo oleh para sahabat dari kaum Anshor pada pembagian ghonima, yang terkesan oleh mereka bahwa Nabi lebih mengutamakan kaum Muhajirin [QS. ali- Imran : 103].

Kedua, lahirnya perpecahan yang berkepanjangan sebagaimana terjadi pada Bani Aus dan Bani Kharaj di masa jahiliyah.

Ketiga, pemborosan karena mereka sibuk untuk membanggakan dan menonjolkan kelebihan-kelebihan dari kaumnya dan lupa dengan persoalan yang mendasar dan strategis yaitu terwujudnya kesatuan dan persatuan serta amal jama'ah demi kemaslahatan ummat.

Keempat, tumbuh suburnya nasionalisme dan sirnanya harapan ummat akan lahirnya khilafah Islamiyah dan dampak lainnya adalah penurunan ruhiyah maknawiyah, misunderstanding, misinformasi, keresahan yang tidak hanya membahayakan kaumnya saja tetapi kekuatan ummat secara keseluruhan.

FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT ASHOBIYAH
Ada dua faktor penyebab penyakit ashobiyah pertama, faktor internal yaitu bermula dari menurunnya keimanan dan amal ibadah yang tidak disiplin dan istiqomah (QS 96: 6-8). Yang kedua, adalah factor eksternal yaitu suburnya intrik, ghibah, macetnya saluran komunikasi, kurangnya taujih, lemahnya pola dan sarane komunikasi, dst.

SOLUSI DAN KESIMPULAN
Ada tiga penyelesaian untuk mengatasi adanya penyakit ashobiyah yang ada dalam tubuh ummat Islam yaitu : pertama, dengan menciptakan iklim Ruhiwata'budi artinya ditumbuhkannya pada masing-masing individu bahwa kemenangan dan keberhasilan suatu ummat bukan terletak banyaknya pengikut (kader anggota) atau masa dan juga bukan karena metode/manhaj dan sarana yang canggih. Tapi kesemua itu sejauh mana interaksi individu dengan khaliqnya Allah Aza Wa Jallah [Qs. 2:245 / 9:25 / 61:4 / 98:5].

Kedua, dengan menciptakan iklim fikri wata'alumi yaitu dengan banyak membaca, berdiskusi dan bersilahturahmi serta musyawarah [Qs.An-Nisa' 59, Qs.42 : 38].

Ketiga dengan menciptakan iklim aktivitas amali wal harokah yaitu dengan menumbuhkan kesadaran bahwa mereka bekerja dengan semangat ihsan, itqon dan fastabiqul khoirot bukan hasil yang menjadi orientasi tujuannya, tetapi, kerja keras dan produktivitas dengan semangat kebersamaan sinergi (amal jama'i) [Qs.9 : 106, 5 : 48-49].

Jadi fenomena ashobiyah hizbiyah-partai, firqo-kelompok-golongan, sukuisme dan seterusnya adalah manusiawi dan wajar dengan catatan asal tidak berlebihan dan membabi buta. Sehingga akan melahirkan kekuatan, kehormatan dan kewibawaan (izzah). Sebagaimana Firman Allah:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
[QS al-Hujurat (49): 13]


Wallahu a'lam bishowab

Jumat, 09 April 2010

Undangan Pengajian Ahad Pagi

HADIRILAH!!!

Pengajian Ahad Pagi

Pembicara:
Drs. H. Mashadi
(Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus (MTDK) PP Muhammadiyah)

Waktu:
Ahad, 11 April 2010
Pukul 06.00-07.30 WIB

Tempat:
TPI Nurul Huda
Jl. M. Panjaitan Gg. XV No. 4

Rabu, 07 April 2010

MAJELIS TARJIH: Korupsi Porak Porandakan Fondasi Sosial Ekonomi

Agama tetaplah berposisi sentral dalam pengembangan wacana antikorupsi ketika bangsa dihadapkan pada praktik korupsi yang justru makin parah. Majelis Tarjih dan Tajdid atau MTT Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai, peran agama dalam kaitan itu harus dimaksimalkan untuk meningkatkan daya kritis masyarakat sehingga menciptakan sistem imunitas sosial terhadap perilaku korupsi yang telah demikian membudaya.

Krisis penyelenggaraan negara dan masyarakat akibat perilaku korupsi ini dibahas dalam Musyawarah Nasional ke-27 yang berlangsung Kamis (1/4) hingga Sabtu (4/4) lalu di Kampus Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur. Acara yang dibuka Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Nasaruddin Umar, yang mewakili Menteri Agama, itu dihadiri pula oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo.

Selasa, 06 April 2010

Putusan Munas Tarjih : Pernikahan Wajib Dicatatkan

Malang – Usulan Sidang Komisi yang membahas tentang fenomena nikah siri menjadi bahan perdebatan cukup hangat diantara peserta pada Sidang Pleno kedua, Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih ke-27, di Aulan Biro Administrasi Umum (BAU) di Kampus UMM, Sabtu (03/04/2010). Keputusan akhirnya berbunyi : Pernikahan Wajib Dicatatkan, Pada Saat Akad Nikah.

Sebelumnya, sidang komisi sempat mengusulkan bunyi : Nikah wajib dicatatkan, nikah siri adalah nikah yang memenuhi ketentuan pernikahan minus pencatatan. Usulan tersebut memunculkan perdebatan mengenai syah tidaknya nikah sirri. Setelah argumentasi demi argumentasi terus dibahas, akhirnya peserta Munas menyetujui rumusan yang berdasarkan fatwa majelis tarjih yang sebelumnya sudah dikeluarkan yaitu : Pernikahan wajib dicatatkan dengan penegasan “dicatatkan pada saat akad nikah”. Salah satu pertimbangan dari peserta karena madhorot nikah sirri yang memang sudah banyak, salah satunya selalu kalahnya gugatan di pengadilan ketika terjadi ketidak adilah dalam perjalanan pernikahan, khususnya pada perempuan.

Munas Tarjih ke-27 Ditutup Dinihari, Pukul 01.23 WIB

Malang – Musyawarah Nasional Tarjih ke-27 di UMM ditutup dini hari, Ahad (04/04/2010) oleh Ketua PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Yunahar Ilyas yang didampingi Rektor UMM, Dr. Muhajir Efendy dan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PP Muhammadiyah Prof. Syamsul Anwar. “Apa yang akan diputuskan munas ini akan memberikan dampak yang berarti bagi masa depan Muhammadiyah, walaupun masih butuh banyak catatan” kata Muhajir Efendy memberikan sambutan penutupan pertama.

Lebih lanjut Muhajir menyatakan tentang keputusan-keputusan Munas Tarjih berhadapan dengan kenyataan di masyarakat. “Kadang antara realita dan harapan selalu ada jarak, namun kita tidak perlu menyerah, walaupun sebenarnya masih banyak problem yang belum sempat kita identifikasi bersama, terutama dalam rangka mencapai keadilan sosial” papar Muhajir. “Akhirnya saya ucapkan selamat jalan, mudah –mudahan juga akan menjadi bekal bapak dan ibu ke daerah masing-masing“ pungkas Muhajir dalam sambutan tersebut.

Yunahar : Munas Tarjih Bisa Setahun Sekali

Malang – Prof. Dr. Yunhar Ilyas bersama dua ketua PP yang lain, HM Muclas Abror dan Drs. Muhammad Muqoddas, MAg mendampingi pleno kedua Musyawarah Tarjih (Munas) ke-27 di Aula Biro Administrasi Umum (BAU) Kampus Univ. Muhammadiyah Malang. Dalam acara penutupan yang digelar setelah berakhirnya Pleno kedua yang berakhir hingga Ahad dini hari, (04/04/2010) Yunahar yang merupakan ketua PP Muh yang mengkoordinasi Majelis Tarjih dan Tajdid ini menyampaikan Khutbah Ikhtitamnya.

Dalam Khutbah tersebut, Yunahar mengusulkan bahwa ada baiknya Munas Tarjih ke depan diadakan setahun sekali, selain untuk merespon perkembangan yang begitu cepat, menurut Yunahar juga akan berguna bagi kaderisasi kader Muhammadiyah yang mampu mentarjih. “Banyak bapak-bapak Tarjih yang sudah sangat sepuh, salah satu kaderisasi adalah dengan terjun langsung.” paparnya. “Kalau bisa tiap tahun kita munas, kalau kita fokus pada Munasnya saja, kita bisa tiap tahun. Kalau kita memakai kampus, atau tempat kita sendiri, biaya tidak akan mahal “ lanjutnya. “Semakin sering kita Munas seperti ini, semakin sering melakukan perdebatan yang arguentatif, dan diikuti kader kader baru, semakin mudah mendapatkan kader.” lanjutnya lagi.

Pembaharuan Muhammadiyah : Pemahaman dan Aplikasi

Malang – Rumusan Tajdid Muhammadiyah Abad Kedua yang disepakati Munas Tarjih ke-27 di Aula BAU UMM salah satunya menyatakan bahwa ranah pembaharuan Muhammadiyah adalah pada pemahanan dan aplikasi.

Pada ranah pemahaman, Munas menyepakati bahwa pembaharuan ditujukan untuk dapat menempatkan agama sebagai petunjuk yang signifikan bagi terselenggaranya hubungan yang sedekat-dekatnya dengan Allah, dan seharmoni-harmoninya dengan sesama manusia dan seluruh komponen kehidupan. Pembaharuan keagamaan sendiri dirumuskan bukan sekedar dalam ibadah praktis (religious practical guidance) melainkan pembaharuan dalam ranah visi dan wawasan keagamaan dalam konteks keummatan dan kebangsaan.

Masalah Status Bunga Bank, Munas Tarjih Menyerahkan kepada MTT Pusat

Malang – Usulan Komisi yang membahas status bunga Bank didiskusi cukup panjang di Pleno yang dipimpin Drs. Oman Faturahman pada Munas Tarjih ke-27, Sabtu (03/04/2010) di UMM. Setelah mendiskusikannya cukup panjang, usulan untuk merubah putusan tarjih dari putusan terdahulu yang menyatakan haram untuk bank swasta dan subhat untuk bank pemerintah menjadi haram untuk bank apapun tidak bisa disepakati dengan bulat.

Argumen dari beberapa perserta yang mendukung pengharaman bunga bank untuk bang swasta dan bank pemerintah karena perkembangan terkini dianggap bank pemerintah saat ini sama saja dengan bank swasta. Kepemilikan modal yang tidak hanya pada negara menjadi pertimbangan untuk menyamakan status bunga bank menjadi sama-sama haram.

Muhammadiyah Haramkan Bunga Bank: NU Menilai Masih Bersifat Khilafiyah

JAKARTA - SURYA- Setelah mengeluarkan fatwa haram terhadap rokok, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah kembali mengeluarkan fatwa haram. Melalui Majelis Tarjih dan Tajdid, organisasi Islam yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tersebut mengharamkan bunga bank. “Muhamamdiyah melihat ada persamaan antara riba dengan bunga. Dengan kesamaan itulah maka karena riba haram maka bunga juga haram,” kata Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhamamdiyah Fatah Wibisono, Minggu (4/4).

Menurut Fatah, bunga bank hukumnya haram karena adanya imbalan atas jasa yang diberikan oleh pemilik modal atas pokok modal yang dipinjamkan. “Tambahan imbal jasa itu bersifat mengikat dan diperjanjikan sebelumnya,” imbuhnya. Alasan lain mengapa bunga bank haram, menurut Fatah karena yang menikmati bunga bank adalah para pemilik modal. “Nah jadi berdasarkan kesamaan sifat antara riba dan bunga, maka bunga mengikuti hukum riba, yaitu haram,” tegas Fatah.

Munas Tarjih Selesai, Tinggal Tunggu Tanfidz Putusan

Munas Tarjih Muhammadiyah ke-27 di kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), ditutup Minggu (4/4) jam 02.00 dini hari. Ini mundur dari jadwal semula yang mestinya ditutup jam 22.00 WIB. Munas yang dibuka Kamis (1/4) oleh Dirjen Bimas Islam, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, itu diikuti oleh 160 ulama tarjih Muhammadiyah se-Indonesia.

Mundurnya jadwal penutupan sudah diperkirakan sebelumnya. Hal ini karena agenda yang dibahas memang sangat urgen dan perlu diskusi yang sangat serius antar peserta Munas. “Ini Munas yang luar biasa karena semua peserta memakai dalil Al-Qur’an dan Hadits secara langsung untuk berargumentasi. Ini berbeda dengan diskusi fikiyah yang dilakukan teman-teman lain. Mereka justru banyak menggunakan kitab-kitab,” kata Ketua PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Yunahar Ilyas, ketika menutup acara.

Senin, 05 April 2010

Munas Tarjih Muhammadiyah Hasilkan Fatwa Bunga Bank Termasuk Haram


MALANG--MI: Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur (Jatim) 1-4 Maret menghasilkan sejumlah fatwa baru dalam kaitan kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat dan keluarga.

Minggu, 04 April 2010

Menegakkan Amanah: Konsep Menurut al-Qur'an dan as-Sunnah

Oleh: Agusliansyah S.P.

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
[QS an-Nisaa' (4): 58]

Dalam era sekarang bangsa kita (Indonesia) sedang kehilangan amanah dalam arti yang lebih substansif artinya bahwa pengertian amanah tidak sedikit orang menerjemahkan tidak dalam konteks yang berdasar Al-Qur'an dan As-sunnah tetapi lebih dipersepsikan menurut arti subyektif setiap individu masing-masing, atau orang sudah bebas untuk berkata dan mengerjakan sesuatu menurut kehendak sendiri. Melihat dari berbagai media (Koran maupun televisi) yang ada di indonesia hanya beberapa persen informasi yang ditampilkan dapat memberikan nuansa dan wacana pendidikan danpengajaran serta menjadi teladan yang baik (uswah hasanah) sesuai dengan Al-Qur'an dan As Sunnah (menteladani Nabi Muhammad SAW) dibandingkan menumbuhkan befikir cerdas, positif dan memberikan teladan yang baik.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas Allah mengingatkan di dalam al-Qur'an misalnya yang terdapat dalam al-Qur'an surat al-Ahzab ayat 21:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
[QS al-Ahzaab (33): 21]

Dalam kaitan dengan pembahasan pengertian amanah tersebut di atas hendaklah kita mengartikan amanah yang sesuai dengan konteks al-Qur'an dan As Sunnah untuk mengembangkan daya berfikir, berbuat, berwacana dan mengerjakan pekerjaan dalam rangka mengemban amanah yang diberikan baik itu tugas seorang individu, kepala keluarga (KK) atau tugas dan tanggung jawab yang lebih besar lagi.

Sebelum menguraikan dan berbicara tentang amanah, ada baiknya kalau kita mengetahui apa pengertian amanah itu? Amanah artinya dipercaya, seakar dengan kata iman. Sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Antara keduanya terdapat kaitan yang sangat erat sekali. Rasulullah SAW berkata:


"Tidak (sempurna ) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna) agama orang- orang yang tidak menunaikan janji."
[HR. Ahmad]

Amanah dalam pengertian yang sempit adalah memelihara titipan dan mengembalikannya kepada pemilikannya dalam bentuk semula. Sedangkan dalam pengertian yang luas, amanah mencakup banyak hal: menyimpan rahasia orang, menjaga kehormatan orang lain menjaga dirinya sendiri, menunaikan tugas-tugas yang dipikulkan Allah kepada ummat manusia. Oleh al-Qur'an di sebut sebagai amanah (amanah taklif). Amanah taklif inilah paling berat dan besar. Makhluk-makhluk Allah yang besar, seperti langit, bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, lautan dan pohon- pohon yang lainnya, tidak sanggup memikulnya.

Lalu manusia karena kelebihan yang diberikan Allah kepadanya berupa akal fikiran, perasaan, kehendak dan sebagainya mau menanggungnya. Dari pengertian amanah di atas dapatlah kita kemukakan beberapa bentuk amanah sebagai berikut:
  1. Memelihara Titipan dan mengembalikannya seperti semula.
    Apabila seorang Muslim dititipi oleh orang lain, misalnya barang berharga, karena yang bersangkutan akan pergi ke luar negeri, maka titipan itu harus dipelihara dengan baik dan pada saatnya dikembalikan kepada yang punya, utuh seperti semula. Dalam hal ini Allah SWT berfirman artinya:

    إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

    Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
    [QS an-Nisaa' (4): 58]

    Apabila yang menerima titipan punya niat baik untuk mengembalikannya seperti semula, maka Allah akan membantunya untuk memeliharanya. Rasulullah SAW bersabda: artinya:


    "Barang siapa yang mengambil harta orang lain dengan maksud akan mengembalikannya, maka pasti Allah akan menyampaikan maksudnya itu. Dan jika ia mengambilnya dengan maksud merusaknya, maka Allah akan merusaknya. "
    [HR. Muslim]

  2. Menjaga rahasia.
    Apa bila seseorang dipercaya untuk menjaga rahasia apakah rahasia pribadi, keluarga, organisasi, atau lebih-lebih rahasia Negara, dia wajib menjaganya supaya tidak bocor kepada orang lain yang tidak berhak mengetahuinya. Apabila seseorang menyampaikan sesuatu yang penting dan rahasia kepada kita, itulah amanah yang harus dijaga. Rasulullah SAW bersabda: artinya:


    "Apabila seseorang membicarakan sesuatu kepada orang lain (sambil) menoleh ke kiri kanan (karena yang dibicarakan itu rahasia) maka itulah amanah (yang harus dijaga)."
    [HR. Abu Daud]

    Dalam sebuah keluarga, suami istri harus menjaga rahasia keluarga, lebih-lebih lagi rahasia pribadi. Masing-masing tidak boleh membeberkan rahasia pribadi keluarga kepada orang lain kecuali dokter, penasehat perkawinan atau hakim pengadilan untuk tujuan yang sesuai dengan bidang tugas mereka masing-masing, Rasulullah SAW bersabda:


    "Sesungguhnya amanah yang paling besar di sisi Allah pada hari kiamat ialah menyebarkan rahasia istri, misalnya seorang laki-laki bersetubuh dengan isterinya kemudian ia membicarakan kepada orang lain tentang rahasia isterinya."
    [HR. Muslim]

  3. Tidak menyalah gunakan jabatan Jabatan adalah amanah yang wajib dijaga.
    Segala bentuk penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi, keluarga, famili, atau kelompoknya termasuk perbuatan tercela yang melanggar amanah, Misalnya menerima hadiah, komisi atau apa saja yang tidak halal. Dalam hal ini Rasulullah SAW menegaskan:


    "Barang siapa yang kami angkat menjadi karyawan untuk mengerjakan sesuatu, dan kami beri upah yang semestinya, maka sesuatu yang diambilnya sesudah itu (selain upah) namanya korupsi. "
    [HR. Abu Dawud]

    Diriwayatkan bahwa Rasulullah tidak membenarkan tindakan Ibnu Luthbiyah mengambil hadiah yang didapatnya waktu sedang menjalankan tugas mengumpulkan zakat. Tentang sikap Ibnu Luthbiyah tersebut Rasulullah SAW bersabda:


    "Dengan wewenang yang diberikan Allah kepadaku, aku mengangkat sesorang di antara kalian untuk melaksanakan tugas, (tetapi) dia datang melapor: "Jika ia duduk saja di rumah Bapak dan Ibunya, apakah hadiah itu datang sendiri kepadanya, kalau barang itu memang sebagai hadiah? Demi Allah seseorang tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya, melainkan ia menghadap Allah nanti pada hari kiamat dengan membawa beban yang berat dari benda itu. "
    [HR. Mutafaqun 'Alaihi]

  4. Menunaikan kewajiban dengan baik.
    Allah SWT memikulkan ke atas pundak manusia tugas yang wajib dia laksanakan, baik dalam hubungannya dengan Allah SWT maupun dengan sesama manusia dan makhluk lainnya. Tugas seperti itu disebut taklif, manusia yang ditugasi disebut mukallaf dan amanahnya disebut amanah taklif. Amanah inilah yang secara metamorphosis digambarkan oleh Allah SWT tidak mampu dipikul oleh langit, bumi dan gunung-gunung karena beratnya, tapi manusia bersedia memikulnya. Allah SWT berfirman:

    إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

    Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
    [QS. al-Ahzab (33): 72]

    Semua tugas yang dipikulkan wajib dilaksanakan oleh manusia dengan sebaik-baiknya karena nanti dia harus mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah SWT. Semua betapapun kecilnya, karena dihisab oleh Allah SWT, Allah SWT telah berfirman:

    فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
    وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

    Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
    Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
    [QS. al-Zalzalah (99): 7-8]

  5. Memelihara semua yang diberikan Allah
    Semua nikmat yang diberikan oleh Allah kepada umat manusia adalah amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan dengan baik. Umur, kesehatan, harta benda, ilmu dan lain sebagainya, termasuk anak-anak adalah amanah yang wajib dipelihara dan dipertanggungjawabkan. Harta benda misalnya harus kita pergunakan untuk mencari keridhaan Allah, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri , keluarga, maupun, untuk kepentingan umat. Semua harus dimanfaatkan secara halal dan baik, tidak boleh mubazir atau menggunakannya untuk kemaksiatan. Segala bentuk penyalahgunaan dan penyia-nyaan benda adalah pengkhianatan terhadap amanah yang dipikulkan, Begitu juga halnya dengan ilmu, anak-anak dan nikmat Allah lainya, semua adalah amanah yang harus dipelihara.


Wallahu a'lam bish-shawab.

Muhammadiyah Haramkan Bunga Bank

Jakarta - Setelah mengeluarkan fatwa haram terhadap rokok, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah kembali mengeluarkan fatwa haram. Melalui Majelis Tarjih dan Tajdid, organisasi Islam yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan tersebut mengharamkan bunga bank.

"Muhamamdiyah melihat ada persamaan antara riba dengan bunga. Dengan kesamaan itulah maka karena riba haram maka bunga juga haram," kata Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhamamdiyah Fatah Wibisono kepada detikcom, Minggu (4/4/2010).

Muhammadiyah Pernah Haramkan Bunga Tahun 1968, Tapi Cuma Bank Swasta

Jakarta - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram terhadap bunga bank. Fatwa haram ini sebenarnya sudah dikeluarkan sejak tahun 1968 silam, namun cuma diperuntukkan bagi bank-bank swasta saja.

"Pernah, pada tahun 1968 pada muktamar tarjih di Sidoarjo, Muhammadiyah mengharamkan bunga bank swasta," kata Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Fatah Wibisono kepada detikcom, Minggu (4/4/2010).

Muhammadiyah Haramkan Riba di Semua Bank Konvensional

MALANG--MI: Hasil rapat komisi VI dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-27 Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menetapkan bunga perbankan termasuk riba sehingga diharamkan.

Wakil Sekretaris Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Abdul Fattah Wibisono, Sabtu (3/4), mengatakan, hasil rapat komisi ini kemungkinan besar akan dibawa ke pleno dan ditetapkan secara hukum yang mengikat seluruh anggotanya. "Meski sudah ditetapkan secara hukum, pelaksanaannya tidak bisa dilakukan secara serta merta, melainkan bertahap. Kami hanya mengimbau agar warga Muhammadiyah sebisa mungkin menghindari perbankan yang menerapkan imbal jasa berupa bunga," katanya di Malang.

Soekarwo Beber Solusi Lumpur Sidoarjo saat Munas Tarjih Muhammadiyah

MALANG - Tak kunjung tuntasnya luapan lumpur Lapindo membuat Gubernur Jatim Soekarwo berpikir lain. Orang nomor satu di Jatim yang akrab disapa Pakde Karwo itu menggagas kawasan lumpur Lapindo menjadi wisata ekologi. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya meratapi bencana sosial tersebut, tapi memetik hikmah dari sebuah musibah.

Ide itu diungkapkan Soekarwo saat berbicara dalam forum Musyawarah Nasional (Munas) Ke-27 Tarjih Muhammadiyah di aula BAU Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) kampus III kemarin (2/4). Menurut dia, banyak hal yang bisa dipelajari dari lumpur tersebut. ''Lumpur seperti di Sidoarjo itu satu-satunya di dunia. Sebab, lumpurnya larut dalam air," ujar gubernur.

Puisi Profetik Bu Kuntowijoyo Tutup Pebahasan Pedoman Seni Budaya


Malang - Dra. Hj. Susilaningsih Kuntowijoyo. M.A. Sabtu sore (03/04/2010) didaulat Pimpinan Sidang Drs. Oman Faturahman untuk membacakan salah satu Puisi Profetik karya Prof. Dr. Kuntowijoyo menutup pembahasan Pedoman Seni dan Budaya Islam dalam Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih Ke-27 di Kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Perdebatan Menghangat Memasuki Pleno Fikih Perempuan


Malang – Sabtu (03/04/2010) , Sidang Pleno Kedua Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih ke-27 pada sesi Pembahasan Fikih Perempuan terjadi argumentasi yang cukup lama. Sidang yang dipimpin Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Ahmad Muhsin Kamaludiningrat itu membahas masalah –masalah yang cukup kritis khususnya mengenai masalah pemimpin perempuan, khitan perempuan, muhrim bagi perempuan yang bepergian, pernikahan tidak tercatat, poligami dan imam shalat perempuan.

Fikih Al Maun Disepakati Munas Tarjih

Malang – Amanat Muktamar Muhammadiyah ke 45 di Malang tahun 2005 yang meminta Majelis Tarjih menyusun konsep Teologi Al Maun diterima dan disahkan menjadi keputusan Munas Tarjih ke 27, dengan perubahan nama menjadi Fiqh Al Maun. Di dalam sidang yang dipimpin oleh Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, Wakil Ketua MTT PP Muhammadiyah, Sabtu (3/04/2010), peserta menyepakatinya sebagai keputusan setelah sempat beradu argumentasi penyebutan judul apakah Fikih Al Maun atau Fikih Amal Al Maun, sebelum akhirnya dipilih dengan judul Fikih Al Maun.

Di dalam draft yang dibahas tercantum alasan bahwa fikih ini disusun dengan salah satu alasan karena adanya pandangan bahwa umat Islam sampai sekarang masih mengalami ketertinggalan peradaban dan banyak di antara warganya yang menjadi penyandang masalah sosial. Penyelesaian masalah ini secara mendasar harus diawali dari perumusan sistem ajaran yang memadai sebagai basis teologi.

Sabtu, 03 April 2010

Muhadjir Maju Ketua PP Muhammadiyah

MALANG – Bursa pemilihan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ternyata sampai di Kota Malang. Nama Rektor Universitas Muhammadiah, Muhajir Effendi, masuk diantara nama-nama yang sedang digodok panitia pemilihan Ketua PP
Muhammadiyah saat ini.

Tanpa rasa segan Muhajir pun siap maju terus jika namanya lolos dalam penyaringan berikutnya. Muhadjir mengakui, namanya masuk dalam usulan nama calon Ketua PP Muhammadiyah tahun ini.

Munas Tarjih Jawab Problem Bangsa

MALANG - Kegelisahan PP Muhammadiyah terhadap beragam problem di negeri ini, menjadi kajian mendalam dalam musyawarah nasional ke-27 Tarjih Muhammadiyah yang berlangsung mulai kemarin (1/4) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Sedikitnya 162 ulama yang menjadi anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah se-Indonesia merumuskan beberapa pokok bahasan yang bakal dibahas hingga 4 April mendatang. Pokok bahasan itu antara lain Fikih Al Maun, Fikih Tata Kelola, Fikih Seni Budaya, Pedoman Hisab Muhammadiyah, Fikih Perempuan, dan Tajdid Pemikiran Keislaman Muhammadiyah.

Muhammadiyah Diingatkan untuk Pikirkan Petani

MALANG--Gubernur Jatim, Dr H Soekarwo mengajak Muhammadiyah membahas dan memikirkan nasib para petani. Dia juga berharap Muhammadiyah melahirkan pemikiran-pemikiran atau pun fatwa yang bisa medorong peningkatan ekonomi dan kesejahteraan para petani yang selama ini termarjinalkan.

Ajakan gubernur itu disampaikan di hadapan para peserta Musyawarah Nasional (Munas) ke-27 Tarjih Muhammadiyah yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jumat (2/4). Selain meengajak memikirkan nasib petani, Gubernur yang tampil sebagai nara sumber dalam pembahasan Pemikiran Muhammadiyah dalam ekonomi syariah dan kerakyatan, juga memaparkan program-program pemberdayaan terhadap masyarakat miskin yang tengah dijalankan Pemprov Jatim.

Jumat, 02 April 2010

Pemikiran Muhammadiyah Harus Perkokoh Pencerahan Umat

MALANG--Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsudin mengharapkan agar Musyawarah Nasional (Munas) ke-27 Tarjih Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dapat melahirkan pemikiran yang jernih dan cerdas sehingga kan semakin memperkokoh pencerahan umat. Itu sebabnya, kata Din, Munas Tarjih Muhammadiyah kali ini juga diharapkan bisa melakukan pemaknaan yang menyeluruh tentang ajaran-ajaran Islam.

Sehingga pemikiran yang dilahirkan dari forum isjtihad ini tidak pasial dan hanya terpaku pada persoalan-persoalan khusus semata. "Pemikiran yang dihasilkan tidak hanya terhenti pada masalah hukum (fiqih). Tetapi yang penting adalah bagaimana mengembalikan pengertian fiqih pada makna yang hakiki, //fuqoha fiddin//, yang selalu bermuara al-akhlaq untuk menemukan nilai-nilai eyik dan moral," ujar Din Syamsudin dalam pengarahannya kepada peserta Munas ke-27 Tarjih Muhammadiyah di UMM Malang, Kamis(1/4).

Hasil Munas Tarjih Mengikat Secara Organisasi

Malang- Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Syamsul Anwar menerangkan kedudukan Musyawarah Nasional Tarjih di Muhammadiyah. Jumat (02/04/2010) ketika memberi pengantar sebelum Gubernur Jawa Timur, Soekarwo memberikan ceramahnya, Syamsul menyatakan bahwa hasil Munas ini bukan sekedar keputusan Majelis Tarjih dan Tajdid semata, namun merupakan Keputusan Keagamaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

“Hasil keputusan Munas ini nantinya akan ditanfidzkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menjadi Putusan Tarjih yang mengikat secara organisasi” terang Syamsul kemudian.

Edi Suandi : Ekonomi Islam Seharusnya Tidak Sekedar Bank

Malang – Sesi ceramah ketiga Munas Tarjih ke-27 di kampus UMM, Jumat (2/04/2010) mengingatkan kepada para ulama dan cendekiawan Muhammadiyah bahwa Ekonomi Islam yang selama ini disebut Ekonomi Syariah seharusnya tidak sekedar Bank Syariah. Rektor Universitas Islam Indonesia tersebut juga mengajak untuk memikirkan kembali praktik Bank Syariah selama ini.

“Ketika kita bicara tentang ekonomi Islam, ternyata kita masih sangat terbatas, hanya pada aspek perbankan saja, belum pada ekonomi secara keseluruhan.” Papar Edi. “Kita masih bicara dalam aspek moneter saja, itupun sangat sempit. Perlu kita fikirkan bagaimana kebijakan fiskal yang Islami misalnya, karena itu belum ada” lanjutnya kemudian.

Pak De Karwo Berbagi Resep Pelayanan Umat dengan Ulama Muhammadiyah

Malang – Gubernur Provinsi Jawa Timur, Soekarwo yang sering dipanggil Pak De Karwo Jum’at (02/04/2010) berbagi pengalaman bagaimana model pelayanan yang dilakukannya sebagai Gubernur Jawa Timur khususnya berbagai program meningkatkan kesejahteraan masyarkat Jawa Timur di Aula BAU UMM dalam acara Munas Tarjih ke 27 Muhammadiyah.

Sukarwo memaparkan bagaimana strategi Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui program Jalin Kesra atau Jalan Lain Menuju Kesejahteraan yang memfokuskan pada pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan. Sukarwo menerangkan strateginya adalah memberi alat produksi kepada yang miskin, memberdayakan dan memberi jaminan modal kepada Usaha Kecil dan Menengah, serta merevitalisasi industri yang sudah berumur tua.

MTT Diharapkan Mensinergikan Pemikir Kritis dan Majelis Tabligh

Malang – Musyawarah Tarjih ke-27 kali ini menghadirkan Intelektual Muda Muhammadiyah, Ahmad Norma Permata, PhD yang juga pernah menjadi ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Jerman pada Jum’at (02/04/2010). Salah satu yang menjadi perhatian Ahmad Norma adalah belum terjadinya sinergi antara kalangan pemikir kritis, Majelis Tarjih dan Majelis Tabligh.

Menurut Ahmad Norma, karena alasan di atas maka produktifitas teoritis di Muhammadiyah relatif terbatas, padahal usia Muhammadiyah sudah satu abad yang kaya dengan pengalaman. Majelis Tarjih dan Tajdid perlu mengambil inisiatif untuk menggandeng para pemikir kritis – kreatif untuk menemukan pemikiran yang bisa diterima dalam organisasi dan dapat diajarkan oleh Majelis Tabligh.

Ulama Muhammadiyah Perlu Menguasai Bahasa Pasar

Malang – Ahmad Norma Permata, PhD, mantan ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Jerman menyatakan dihadapan peserta Munas Tarjih ke-27, Jum’at (2/04/2010) bahwa Fatwa Tarjih sebaiknya bersifat membantu masyarakat memecahkan masalahnya, bukan mengatur. Karena itu menurut Norma Majelis Tarjih perlu menguasai bahasa pasar.

“Para ulama ketika mengeluarkan fatwa bahasanya seharusnya adalah melayani, bukan mengatur” kata Norma. Ketika membawakan makalah Tajdid Muhammadiyah Abad Kedua : Logika dan Agenda tersebut Norma memberi alasan pentingnya penguasaan bahasa pasar karena perkembangan masyarakat modern yang semakin diwarnai budaya pasar, dimana barang dan jasa ditawarkan secara kompetitif dan masyarakat diberi kebebasan untuk memilih. Karena itu setiap upaya untuk mempengaruhi masyarakat modern harus menguasai bahasa pasar yaitu marketing, melayani, menyediakan dan mencukupi.

Kamis, 01 April 2010

Kamis Malam Ta'aruf, Jum'at Ceramah dan Sidang Komisi

Malang – Agenda Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih ke-27 hari pertama, Kamis (1/04/2010), setelah pembukaan di DOME UMM dilanjutkan dengan ta'aruf peserta di Aula Biro Administrasi Umum (BAU) UMM pada malam harinya. Direncanakan pada keesokan harinya akan diselenggarakan ceramah dari ahli dan sidang komisi. Ceramah direncanakan menghadirkan Prof. Edi Suandi Hamid, yang akan membahas tentang ekonomi dan Dr. Ahmad Norma Permata yang akan membahas tentang Tajdid Abad Kedua Muhammadiyah.

Sedangkan diantara dua ceramah tersebut akan berceramah Gubernur Jawa Timur, Soekarwo yang tertarik dengan tema Munas Tarjih kali ini yang berdimensi sosial yaitu Tajdid Sosial yang Berkeadilan Menuju Masyarakat Utama dengan salam satu agenda pembahasan adalah Fiqh Al Maun.

Din : Akhlak, Tidak Sekedar Hukum, Muara Tarjih dan Tajdid

Malang - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Din Syamsuddin menegaskan bahwa Musyawarah Nasional Tarjih yang ke 27 di Kampus Univ. Muhammadiyah Malang (UMM) harusnya tidak sekedar berhenti pada masalah hukum saja, namun harus bermuara pada akhlak. Menurut Din, dalam acara pembukaan yang berlangsung Kamis Siang (01/04/2010), menyatakan bahwa Islam tidak hanya mengenal masalah halal dan haram semata, namun juga masalah baik dan buruk.

Lebih lanjut Din menyatakan bahwa adalah sebuah tantangan bagi para ulama Muhammadiyah untuk melahirkan sebuah keputusan yang bisa mengatasi masalah dunia saat ini. Dimana Din sebelumnya menerangkan bahwa saat ini telah terjadi kerusakan besar baik dalam skala nasional maupun internasional. “Kalau kerusakan dunia yang bersifat akumulatif ini berpangkal pada sistem sosial kemasyarakatan yang diterapkan sekarang, maka saya menantang kepada Munas Tarjih ini membahas sebuah sistem sosial, kebudayaan, peradaban yang bisa mengatasi kerusakan tersebut” paparnya.

Munas Tarjih Disambut Hujan, Dua Ribuan Jama'ah Hadiri Tabligh Akbar

Malang- Warga Muhammadiyah di Malang beserta Civitas Akademika Univ. Muhammmaadiyah Malang (UMM), Kamis (1/03/2010) berduyun-duyun memadati DOME UMM mengikuti pembukaan Musyawarah Nasional Tarjih ke-27 yang dilanjutkan Tabligh Akbar. Ditengah guuyuran hujan yang turun menjelang dimulainya acara tersebut mereka berbaur dengan 162 ulama Muhammadiyah yang akan bermusyawarah hingga, Ahad (4/03/2010).

Hadir dalam acara pembukaan tersebut Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof..Dr. Din Syamsuddin yang menyampaikan sambutannya sebelum Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar membacakan sambutan Menteri Agama Republik Indonesia. Sementara itu tabligh akbar kali ini dibawakan secara bergantian oleh dua orang Ketua PP Muhammadiyah, Dr. Haedar Nashir dan Prof. Dr. Yunahar Ilyas.

Munas Majelis Tarjih Muhammadiyah tak Bahas Fatwa Haram Merokok

MALANG--Musyawarah Nasional Manjelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah yang diselenggaran di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) 1-4 April 2010, tidak mengagendakan pembahasan fatwa haram merokok yang dikeluarkan majelis tersebut, belum lama ini. Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Dr Muhajjir Effendi, Kamis, mengatakan, dalam munas nanti persoalan-persoalan yang bakal dibahas memang masih terkait dengan persoalan masa kini (kekinian).

"Isu-isu yang disikapi peserta munas antara lain adalah fikih Al-Ma'un, fikih tata kelola, fikih seni-budaya, fikih perempuan, pedoman rukyat dan hisab, hingga mafia hukum di Indonesia. Namun, belum muncul masalah fatwa haram merokok," ucapnya menegaskan.

MUHAMMADIYAH BAHAS FIKIH MAFIA HUKUM

Malang, Kompas - Musyawarah Nasional Ke-27 Tarjih Muhammadiyah di antaranya akan membahas praktik mafia hukum yang diyakini sudah berurat dan berakar dalam seluruh sejarah hukum nasional. Baru sekarang praktik menyedihkan ini perlahan-lahan tersingkap setelah melibatkan bantuan teknologi, dan latar belakang politik yang kuat.

Munas tarjih adalah forum atau lembaga di tubuh Muhammadiyah yang bertugas membahas masalah-masalah hukum agama dan interaksinya dengan hukum positif. Forum tersebut akan ikut menentukan partisipasi organisasi masyarakat keagamaan ini dalam ruwetnya sengkarut hukum nasional.

Menyambut Munas Tarjih Ke-27 di Malang: Hukum Islam dalam Dialektika Zaman

Oleh: Pradana Boy ZTF

MULAI hari ini hingga 4 April mendatang, Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah akan menyelenggarakan musyawarah nasional (munas) ke-27 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Munas tersebut merupakan bagian dari rangkaian panjang menuju muktamar Muhammadiyah pada Juli mendatang di Jogjakarta.

Tidak seperti musyawarah pada umumnya, munas tarjih merupakan sebuah forum yang amat vital bagi Muhammadiyah. Mengingat, musyawarah itu merupakan media di mana Muhammadiyah akan menentukan sikap atas sejumlah persoalan yang dihadapi masyarakat modern dan kontemporer.

Majelis Tarjih adalah sebuah lembaga dalam Muhammadiyah yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap pemecahan masalah-masalah baru dalam hukum Islam. Lembaga itu mirip Bathsul Masail di Nahdlatul Ulama atau Dewan Hisbah di Persis.

Karena itu, bisa dibayangkan betapa pentingnya posisi majelis tersebut dalam konteks Muhammadiyah. Dalam berbagai literatur, disebutkan bahwa Majelis Tarjih sering menghasilkan produk-produk hukum maupun produk pemikiran dalam dua kategori: yang pertama bersifat mengikat, yang kedua bersifat wacana atau sebagai pengetahuan.

Konteks yang pertama biasanya berlaku untuk urusan-urusan ibadah yang tentu saja harus dilaksanakan sebagaimana hukum yang mengaturnya. Sementara itu, persoalan-persoalan ghairu ubudiyah seperti persoalan-persoalan sosial dan kemasyarakatan tidak memiliki daya ikat sekuat produk hukum yang pertama.

Meski demikian, tidak ada salahnya jika belakangan ini Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih harus lebih banyak terlibat dalam reformulasi atau penafsiran persoalan-persoalan baru dalam Islam menggunakan kerangka hukum Islam sebagai patokan.

Sebagai seperangkat pedoman bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan di dunia, hukum Islam memiliki sifat dasar yang fleksibel. Fleksibilitas hukum Islam itu mewujud diri dalam kebolehan menciptakan hukum terhadap masalah-masalah yang tidak atau belum pernah muncul pada masa Nabi. Mekanisme menemukan hukum-hukum baru itulah yang belakangan diformulasikan ulama atau fuqaha sebagai ijtihad.

Tentang pentingnya ijtihad ini, A.A. Qadri menegaskan: ''...meskipun Tuhan telah memberikan wahyu kepada kita, Dia juga memberikan akal kepada kita untuk memahami wahyu itu; dan wahyu Allah itu tidak bisa dipahami tanpa kajian yang seksama dan panjang.''

Salah satu adagium yang paling terkenal dalam hukum Islam adalah al-Islamu shalihun li kulli zaman wa makan (Islam senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman). Itu merupakan salah satu bukti yang sering ditampilkan untuk menjelaskan tentang fleksibilitas hukum Islam.

Fleksibilitas hukum Islam bisa dimaknai dalam dua konteks: 1) bahwa hukum Islam senantiasa relevan pada setiap zaman dan setiap tempat; dan 2) bahwa dalam satu perbuatan, Islam bisa menentukan tiga atau empat hukum sekaligus sebagaimana disinggung terdahulu.

Sementara tidak ada perselisihan di antara umat Islam dalam menerima fleksibilitas hukum Islam ini; terdapat perbedaan dan tidak jarang perbedaan itu sangat tajam berkaitan dengan bagaimana fleksibilitas tersebut mesti diwujudkan. Pertentangan itu, misalnya, berkaitan dengan hubungan antara teks dan konteks. Tegasnya, jika terjadi pertentangan antara teks dan konteks, manakah yang harus dimenangkan?

Kelompok muslim skripturalis -atau sering diistilahkan dengan puritan, fundamentalis, dan radikal- akan cenderung menempatkan teks sebagai pemenang. Sebab, bagi kelompok muslim seperti itu, keislaman yang benar adalah keislaman seperti yang termaktub dalam Alquran dan sunah. Itu bermakna bahwa penuturan-penuturan tekstual Alquran dan sunah harus dipatuhi.

Konteks, dengan sendirinya, harus menyesuaikan dengan teks. Sebab, bagi kelompok tersebut, jika teks harus disesuaikan dengan konteks, itu bermakna Quran dan sunah adalah dasar hukum yang tidak konsisten. Sementara itu, kelompok kontekstualis melihat konteks sebagai faktor determinan dalam menentukan hukum. Mereka berargumen bahwa Alquran dan sunah tidak turun di ruang kosong.

Keduanya turun di tengah masyarakat atau komunitas yang telah memiliki sistem nilai, sistem budaya, dan sistem sosial yang mapan. Dengan demikian, turunnya sebuah ayat atau hadis, misalnya, selalu memperhatikan unsur-unsur ini. Maka, istilah asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya Alquran) dan asbab al-wurud (sebab-sebab lahirnya hadis) menunjukkan tidak pernah terpisahnya sebuah teks dari konteks di sekitarnya.

Dalam sejarah pemikiran hukum Islam, kelenturan hukum Islam ini bisa dibuktikan dengan mengambil perubahan fatwa-fatwa Imam Syafi'i sebagai contoh. Ketika berada di Iraq, Imam Syafi'i pernah memproduksi fatwa-fatwa atau ketetapan hukum yang disesuaikan dengan konteks masyarakat di sekelilingnya. Tapi, ketika Syafi'i pindah ke Mesir dan menemukan persoalan-persoalan yang timbul di kalangan masyarakat Mesir berbeda dari yang didapati di Iraq, dia harus melakukan penyesuaian hukum.

Konsekuensinya, fatwa-fatwa yang dihasilkan Imam Syafi'i di Iraq berbeda dari yang dia hasilkan di Mesir. Karena itu, fatwa-fatwa di Iraq dinyatakan tidak lagi berlaku di Mesir dan dinamakan sebagai qawl qadim (fatwa-fatwa lama), sementara fatwa-fatwa barunya di Mesir dinamakan qawl jadid. Sebagian ulama menghubungkan perubahan pendapat yang dilakukan Imam Syafi'i ini dengan pergaulan yang dia alami.

Di Iraq, yang beraliran hukum ahl al-ra'y memberikan pengaruh tidak sedikit kepada Imam Syafi'i dalam memberikan fatwa-fatwa. Sementara itu, situasi tersebut berbeda dari Mesir, di mana sebagian besar ulama yang hidup di sini adalah penganut ahl al-hadits.

Atas dasar itu, Majelis Tarjih sebenarnya memiliki posisi yang sangat strategis dalam konteks reposisi hukum Islam dalam dialektika zaman, tanpa harus kehilangan identitas keislaman yang kukuh dan tegas. Sehingga, dalam kerangka itu, sudah sewajarnya Majelis Tarjih mulai merespons persoalan-persoalan hukum Islam baru yang pada saat bersamaan juga memiliki keterkaitan dengan nasib masyarakat secara umum, seperti persoalan TKI, TKW, HIV/AIDS, kemiskinan, dan sejenisnya.

Jika itu bisa dilakukan dengan baik, Majelis Tarjih benar-benar menjadi agen yang menjadikan adagium al-Islamu shalihuh likulli zaman wa makan (Islam senantiasa sejalan dengan zaman dan sekaligus membawa manfaat pada masyarakat) benar-benar akan terwujud. Selamat bermusyawarah!

*) Pradana Boy ZTF , Ketua Jurusan Syariah Universitas Muhammadiyah Malang

Sumber: Jawa Pos Online

Menguji Keteguhan Muhammadiyah

Oleh: Anwar Hudijono

Fatwa haram merokok yang disuarakan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah memeroleh reaksi penentangan yang luas, bahkan keras. Mulai kalangan internal Muhammadiyah sendiri, kalangan petani tembakau dan cengkeh, pabrikan, dan tentu saja perokok.

Argumentasi mereka pun beraneka ragam. Ada yang berpendapat fatwa itu terlalu cepat karena belum ada langkah permulaan yang memuaranya ke fatwa tersebut. Ada yang melihat fatwa itu lepas dari realitas kehidupan masyarakat karena di Jawa Timur saja ada ribuan orang yang hidupnya berkaitan dengan rokok seperti buruh pabrikan, petani tembakau, buruh pabrik kertas pembungkus rokok, pedagang, dan pengecer rokok.

Kritik paling tajam bahwa Muhammadiyah hanya bisa melarang atau mengharamkan tetapi tidak bisa memberikan jalan keluar. Misalnya, bagaimana jalan keluar bagi mereka yang sudah kecanduan merokok? Bagaimana mereka yang sudah telanjur bekerja di pabrik rokok? Padahal, lapangan kerja adalah persoalan hidup mati.

Di samping itu, ada pula yang mempertanyakan implikasi syar'i (hukum agama) bagi fatwa itu. Misalnya, apakah cukai yang diperoleh dari rokok juga termasuk haram? Apakah hasil berjualan rokok atau bekerja di pabrik rokok juga haram. Apakah menanam tembakau dan cengkeh yang jelas-jelas ditujukan untuk rokok juga haram?

Bombardir kritik dan pertanyaan yang bersifat menggugat merupakan ujian keteguhan sikap Muhammadiyah terhadap fatwanya. Apakah Muhammadiyah gentar atas reaksi penentangan tersebut sehingga diam- diam mundur atau setidak-tidaknya berdiam diri dan membiarkan fatwanya itu seperti macan kertas. Fatwa itu seolah sekali memekik setelah itu mati.

Karena membiarkan fatwa menguap atau seperti macan kertas adalah tindakan tidak terpuji, yang dituntut berikutnya adalah bagaimana mengelola fatwa itu sehingga tetap punya kekuatan, bisa berjalan betapapun lambat dan kecil. Konsep pengelolaan ini seyogianya menjadi pembahasan dalam Musyawarah Nasional Ke-27 Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang, 1-4 April 2010.

Untuk itu ada beberapa kaidah yang bisa dipakai referensi dalam mengelola fatwa tersebut. Pertama, fatwa itu tetap produk ijtihad karena di dalam Al Quran maupun hadis tidak ada ketetapan hukum yang jelas terhadap merokok. Berbeda dengan hukum minuman keras (khamr), zina, riba, dan sebagainya.

Lantaran fatwa haram merokok itu produk ijtihad, maka kebenarannya adalah bersifat relatif. Dengan demikian, dibutuhkan toleransi yang tinggi terhadap ketetapan hukum lain terhadap merokok, misalnya halal, makruh atau mubah. Di sinilah sikap moderat Muhammadiyah diuji.

Kedua, realisasi fatwa hendaknya dimulai dengan ifdak bi nafsih atau dimulai dari diri sendiri dulu. Misalnya dimulai dengan larangan merokok di lingkungan aset milik persyarikatan seperti kampus, sekolah, rumah sakit, dan kantor Muhammadiyah di seluruh tingkatan.

Dengan demikian, pengharaman tidak langsung ditujukan kepada warga Muhammadiyah sendiri secara individual karena akan sulit dan sangat berat bagi seseorang yang sudah bertahun-tahun jadi perokok berat. Perokok berat yang tiba-tiba dilarang mungkin bisa stres. Jadi mirip-mirip proses pengharaman minuman keras pada zaman Rasulullah SAW. Pada awalnya hanya dilarang shalat saat mabuk karena minum minuman keras. Lama-lama minuman keras sebagai suatu yang haram menjadi hukum yang berdiri sendiri.

Ketiga, dikomunikasikan kepada masyarakat secara bijaksana dan dengan ajakan yang baik tentang "rahasia" di balik fatwa haram. Muhammadiyah harus betul-betul menguasai secara ilmiah madarat merokok bagi kehidupan. Selain itu, juga harus siap dengan dalil- dalil naqli (Al Quran dan hadis yang jadi referensinya).

Dengan demikian, Muhammadiyah harus terus melakukan dialog dengan berbagai elemen masyarakat tentang fatwanya. Mencoba "memasarkan" fatwanya itu agar menjadi milik pihak lain pula. Misalnya agar bisa menjadi peraturan daerah baik tentang kawasan terbatas merokok, kawasan bebas rokok, sampai perda larangan merokok.

Keempat, jangan rendah diri atau merasa leceh jika ternyata fatwa haram merokok ini tidak banyak memberikan resonansi apa-apa. Bukan mustahil nanti akan ada yang mencibir atau melecehkan terhadap fatwa itu jika ternyata produk rokok tidak turun, justru malah naik.

Jangankan fatwa yang bersifat hasil ijtihad, ketentuan hukum Allah yang qath'i (jelas) seperti minuman keras, zina, riba, saja diabaikan.

Yang perlu dipegang pula oleh Muhammadiyah bahwa sebenarnya banyak pula yang memuji dan mendukung keberanian Muhammadiyah menelurkan fatwa ini. Dinilai sebagai "watak tajdid" asli Muhammadiyah. Muhammadiyah tetap memegang prinsip qulil haqqa walaukana murran (katakanlah kebenaran sekalipun pahit).

Sumber: Kompas Online

Mengader Ulama Lewat Majelis Tarjih

Zaman berubah, tantangan hidup pun kian berat. Hal serupa juga harus dihadapi oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Perubahan zaman dan masalah kehidupan yang semakin kompleks di tengah masyarakat mesti mendapatkan respons cerdas.

Paling tidak, mengupayakan respons seperti itulah yang dilakukan Majelis Tarjih dan Tajdid melalui Musyawarah Nasional (Munas) ke-27 yang digelar di Universitas Muhammadiyah Malang. Perhelatan ini rencananya akan berlangsung sejak 1 hingga 4 April 2010.

Ribuan Massa Padati Pembukaan Munas Tarjih


Tak kurang 3.000 warga dan simpatisan Muhammadiyah menghadiri pembukaan Munas Tarjih Muhammadiyah ke-27 di UMM Dome, Kamis (1/4). Mereka berasal dari kawasan Malang Raya dan sekitarnya, bahkan ada beberapa rombongan bis dari Surabaya.

Menyambut Munas Ke-27 Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah

Momentum Perluas Horizon Tajdid

SETELAH Nahdlatul Ulama (NU) menggelar muktamar ke-32 di Makassar, Muhammadiyah akan melakukan hal yang sama pada 3-8 Juli 2010. Organisasi massa Islam yang didirikan Ahmad Dahlan pada 1912 itu akan menggelar muktamar yang ke-46 di Jogjakarta. Kendati masih kurang tiga bulan, suasana internal di kalangan warga persyarikatan Muhammadiyah mulai memperlihatkan dinamika.

Setidaknya, ada dua isu penting yang membuat suasana menjelang muktamar terlihat dinamis. Pertama, keinginan Amien Rais kembali aktif di Muhammadiyah. Posisi yang dibidik Amien membuat banyak kalangan tersentak, yakni menjadi nakhoda Muhammadiyah kembali. Ini berarti Amien harus bersaing dengan Din Syamsuddin yang juga ingin maju lagi.

Isu kedua adalah fatwa keharaman rokok yang dikeluarkan Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PP Muhammadiyah pada 8 Maret 2010. Warga Muhammadiyah sepertinya belum bulat terhadap fatwa tersebut. Amien mengaku kaget. Jika tokoh sekaliber Amien kaget, jangan heran jika banyak warga Muhammadiyah lainnya -lebih-lebih yang telah memiliki kebiasaan merokok, apalagi sebagai perokok berat (heavy smoker)- merespons dingin.

Pascafatwa keharaman rokok, Muhammadiyah seperti dibenturkan tidak saja kepada sikap kontra warganya, tapi juga dengan pendapat mayoritas umat Islam yang menganggap status hukum rokok ''sebatas" makruh. Pendapat seperti ini, antara lain, dipegang NU. Justru di sini menariknya; Muhammadiyah berani keluar dari arus utama.

Menurut saya, keberanian Muhammadiyah mengeluarkan fatwa rokok merupakan suatu pertanda Muhammadiyah ingin kembali ke karakter awal yang berani memecah kebekuan pemikiran Islam. Ada studi terhadap Muhammadiyah yang dianggap beberapa kalangan telah menjadi klasik, yakni yang dilakukan Alfian. Dalam studi bertajuk Muhammadiyah: The Political Behaviour of a Muslim Modernist Organization Under Dutch Colonialism (1989), Alfian menyebut salah satu karakter Muhammadiyah sebagai pembaru keagamaan (a religious reformist).

Kalangan Muhammadiyah sendiri lebih menyukai istilah tajdid untuk menyebut karakter tersebut. Pilihan terhadap tajdid tentu tidak dimaksudkan sekadar beretorika. Sebab, Muhammadiyah memberikan bukti melalui pendirian beberapa lembaga sosial seperti pendidikan dan kesehatan yang dibingkai dengan semangat kemodernan. Pembuktian ini tidak bakal terwujud jika tidak ada legitimasi agama.

Pada awal-awal perkembangannya, Muhammadiyah cukup konsisten menjaga semangat pembaruan atau tajdid. Tapi, sejalan dengan kian banyaknya lembaga sosial yang dimiliki, sejak dua dekade belakangan ini banyak kalangan yang mulai menggugat konsistensi Muhammadiyah dalam gerakan pembaruan. Gugatan itu kian dirasakan oleh MTT, yang menurut kajian Achmad Jainuri dalam The Formation of the Muhammadiyah's Ideology, 1912-1942 (1997), diharapkan mampu memberikan inspirasi dan justifikasi teologis agar Muhammadiyah tetap sejalan dengan tuntutan perubahan dan kemajuan zaman.

Organ Muhammadiyah yang lahir ketika muktamar di Pekalongan pada 1927 itu dinilai terlalu condong ke bidang tarjih, sedangkan bidang tajdid kurang digarap secara optimal. Karena itu, wajar jika produk yang dihasilkan MTT lebih banyak berbentuk fatwa, baik terhadap persoalan lama seperti rokok maupun persoalan baru.

Nama MTT sebenarnya merupakan perubahan kesekian karena sebelumnya menggunakan nama Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam (MTPPI). Baru setelah muktamar di Malang pada 2005, MTPPI berganti menjadi MTT.

Dengan berganti nama, di mana tajdid kian dipertergas, tersirat suatu harapan agar organ ini bisa mengembalikan etos Muhammadiyah seperti pada awal-awal pertumbuhan dan perkembangannya, yakni sebagai gerakan pembaruan atau tajdid. Ini berarti MTT memiliki posisi sentral karena bisa menjadi pemasok pemikiran keislaman yang bercorak reformis bagi semua organ Muhammadiyah lainnya.

Salah satu agenda pembaruan yang kian mendesak adalah bidang pendidikan. Pendidikan merupakan ranah strategis pengejawantahan pembaruan Muhammadiyah. Perkembangan pendidikan Muhammadiyah telah lama mendapat sorotan setelah pilihan masyarakat mulai bergeser ke lembaga-lembaga pendidikan yang tidak berafiliasi secara formal kepada Muhammadiyah.

MTT mestinya bisa merespons persoalan krusial dan strategis itu kendati tidak bersentuhan dengan persoalan hukum Islam. Respons MTT tersebut merupakan garapan di bidang tajdid.

Apakah dengan merespons persoalan di luar ranah hukum Islam MTT bisa dinilai tidak mengerti konsep pembagian kerja dalam organisasi modern? Sudah waktunya Muhammadiyah mengembangkan apa yang disebut Gumilar Rusliwa Somantri, rektor Universitas Indonesia, dengan horizontalisme. Muhammadiyah perlu mengadopsi konsep ini agar organ-organ di dalamnya bisa bekerja secara sinergis.

Bagi MTT yang memiliki ranah kerja di bidang hukum Islam dan pembaruan pemikiran keislaman, adopsi terhadap konsep horizontalisme merupakan hal mendesak. Kasus fatwa rokok menarik dijadikan contoh. Ada pertanyaan, apa langkah strategis selanjutnya yang akan dilakukan MTT setelah rokok difatwa haram? MTT tidak boleh berhenti hanya "sebatas" memfatwakan. Tapi, dituntut juga memikirkan langkah alternatif strategis yang dibutuhkan, terutama bagi kalangan yang memiliki ketergantungan terhadap rokok. Di sinilah relevansi konsep horizontalisme.

Fatwa rokok hanyalah sekadar contoh. Selain masalah tersebut, MTT dihadapkan kepada persoalan lain, baik di internal Muhammadiyah maupun yang dihadapi umat Islam. Hanya dengan memperluas horizon pembaruan, MTT bisa merespons persoalan tersebut. Mudah-mudahan Musyawarah Nasional (Munas) Ke-27 Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah di Malang pada 1-4 April 2010 dapat menghasilkan pemikiran yang dapat memperluas horizon pembaruan Muhammadiyah. (*)


Oleh: Syamsul Arifin
Guru besar dan wakil direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang


Sumber: Jawa Pos Online